![]() |
Indonesia Darurat Radikalisme |
Indonesia seharusnya mulai
belajar berbenah diri dari peristiwa politisasi masjid yang sering terjadi
belakangan ini.
Pengusiran Haji Djarot sesudah
shalat Jumat di masjid Tebet bisa dibilang adalah puncak gunung es dari
geraknya kaum radikal yang menguasai masjid sebagai alat politik. Sudah banyak
masjid yang dikuasai mereka dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan kampanye
politik.
Seharusnya Menteri Agama turun ke
masjid-masjid dan lihatlah di beberapa masjid, betapa seramnya takmir masjid
saat khotbah Jumat. Shalat Jum'at yang seharusnya menjadi bagian dari ibadah
sejuk menjadi medan perang propaganda yang membuat merah telinga.
Seakan disana setan yang
berkhotbah, bukan lagi ahli agama. Coba Menteri Agama belajar ke
Mesir. Sejak jatuhnya Presiden Husni
Mubarak, Mesir dikuasai oleh kelompok garis keras yang bernama Ikhwanul
Muslimin. IM melakukan gerakannya melalui masjid-masjid dan memompa semangat
anarki para jamaah Jumatnya. Jatuhnya Husni Mubarak banyak dipengaruhi oleh IM
- meski mayoritas rakyat juga menghendaki Husni Mubarak untuk turun dari tahta
abadinya.
Pada waktu itu mayoritas
masyarakat Mesir menganggap IM sebagai pahlawan penggerak revolusi. Sayang
mereka tidak tahu bahwa agenda IM bukan saja menjatuhkan Husni Mubarak, tetapi
menunggangi kebencian rakyat terhadapnya untuk mengambil alih kekuasaan.
Sesudah Husni Mubarak jatuh,
mulailah IM membangun kekuasaannya melalui Mohammad Morsi yang menang pemilu.
IM mendapat penentangan dari
institusi Al Azhar yang berseberangan dengan Morsi. IM kembali mengeluarkan
kekuatannya dalam mimbar-mimbar Jum'at untuk merebut kendali fatwa dan keumatan
dari Al Azhar.
Jadi dari sini seharusnya kita
belajar, betapa sangat bahayanya ketika masjid dikuasai oleh mereka yang punya
kepentingan politik praktis.
Jika melihat pola politisasi
masjid di Indonesia sekarang ini yang mirip Mesir, bisa dipastikan Ikhwanul
Muslim sudah bergerak di Indonesia. Hancurnya IM di Mesir, membuat mereka
mengalihkan kekuatannya di 2 negara dengan penduduk muslim yang besar yaitu
Turki dan Indonesia.
Turki sudah berhasil mereka
kuasai dengan memanfaatkan ambisi Erdogan. Dan sekarang mereka menunggangi
situasi politik di Indonesia dengan berada di balik calon-calon pemimpin yang lemah
dan ambisius.
Darimana IM membangun kekuatannya?
Masjid-masjid kecil dan besar. Coba baca lagi pola serang mereka di Mesir.
Dan kita semua tahu partai mana
yang menjadi perwujudan Ikhwanul Muslimin di Indonesia.
Pemerintah baru Mesir dan
institusi Al Azhar sangat paham betapa bahayanya IM dan politisasi masjid,
terutama saat shalat Jum'at. Karena itu sempat ada wacana dari pemerintah sana
untuk menyatukan shalat Jumat di satu tempat saja..
Wacana ini tidak berkembang
dengan bagus karena mendapat penentangan dari berbagai pihak, terutama mereka
yang jauh dari areal tempat yang direncanakan untuk shalat Jumat bersama.
Karena itu, Al-azhar dan pemerintah Mesir membuat konsep baru untuk menghadang
berkembangnya IM kembali melalui masjid-masjid.
Pemerintah Mesir mencabut lebih
dari 55 ribu izin takmir masjid yang ada dan menerapkan sertifikasi bagi takmir
shalat Jumat. Selain itu, Mesir juga menerapkan materi kutbah Jumat yang sama dan
disiapkan oleh pemerintah sejak 2014.
Dan -seperti biasa- ditolak
mentah-mentah oleh mereka yang menamakan dirinya "ulama" dengan
alasan klasik, mengekang kebebasan. Meski begitu, pemerintah Mesir tetap
menerapkan aturan tersebut sampai sekarang ini.
Efektifkah?
Jelas muncul perlawanan. Dan
dakwah kekerasan mereka berlanjut di bawah tanah. Hasilnya adalah pemboman
gereja koptik Mesir beberapa hari lalu yang menewaskan puluhan orang.
Meski begitu, Tunisia menganggap
bahwa langkah Mesir menyeragamkan materi khotbah Jum'at adalah langkah efektif.
Dan mereka memberlakukannya juga disana..
Indonesia bisa melakukan seperti
yang dilakukan Mesir - dan Tunisia. Sertifikasi takmir khotbah Jum'at dan
seragamkan materi khutbah. Bentuk Dewan khusus untuk itu yang terdiri dari
ulama-ulama NU dan Muhammadiyah yang sudah diberikan pemahaman bela negara.
Ancaman bom sesudah itu pasti
ada. Serahkan pada ahlinya, Tito Karnavian Kapolri yang sudah terbukti akurat
langkah-langkahnya.
Radikalisme berawal dari pikiran.
Dan picunya adalah khutbah Jumat yang membakar.
Jangan sampai kita menyesal
kemudian, menyaksikan anak-anak kita dicuci otak saat shalat Jum'at dengan
kebencian. Mereka sudah tercuci otak di sekolah dengan Kepala sekolah dan guru
agama yang radikal, masih harus ditambah dengan kebencian takmir dalam shalat
Jum'at yang tersebar di banyak wilayah di Indonesia.
Anak-anak kita dibentuk untuk
dijadikan bom berjalan..
Semoga tulisan ini bisa
menggerakkan pemerintah dan aparat untuk mulai secara cepat dan serius
menangani situasi ini.
Saya masih ingin minum kopi di
warkop dengan tenang tanpa ada rasa khawatir bom meledak di sekitar.
Seruput dulu pakde Jokowi,
Menteri Agama dan Kapolri.