![]() |
Mengenal Konfli Suriah |
Supaya kaum bumi datar pinter
dikit gak dikit-dikit masalah agama. Suriah mempunyai peranan penting
dalam perkembangan politik .
Hal ini dikarenakan posisi
strategis Suriah yang menghubungkan antara tiga benua, yaitu Eropa, Asia, dan
Afrika.
Suriah memiliki perbatasan dengan
Lebanon, Turki, Irak, Israel, Jordania dan Laut Mediterania. Dan yang lebih
penting, Suriah mempunyai akses langsung ke Laut Tengah dan posisinya yang
berada di simpul jalur sutra.
Sehingga berbicara soal Suriah
bukan tentang berapa banyak cadangan minyak dan gas yang dimilikinya (cadangan
minyaknya masih kalah dengan Arab Saudi, Irak, dan Iran), tetapi lebih kepada
keberadaan strategis Suriah itu sendiri sebagai “jantung Timur Tengah” dimana
anggapan bahwa jika dapat mengontrol Suriah maka akan mengontrol jalur energi
di Timur Tengah.
Suriah dilewati oleh pipa-pipa
minyak dan gas oleh negara-negara lintas benua. Pengiriman minyak akan lebih
efisien dengan jalur pipa yang melewati Suriah karena biaya pengiriman lebih
rendah, lebih cepat dan aman.
Biaya pengiriman minyak dengan
kapal dan jalur kereta berkisar antara $10 sampai $15 per barel. Sedangkan pengiriman
minyak mentah menggunakan jalur pipa yang melewati Suriah hanya sekitar $5 per
barel. Negara produsen bisa menghemat $10 per barel dan negara konsumen bisa
mendapatkan minyak dan gas dengan harga yang sangat terjangkau.
Bukan hanya soal ongkos dan harga
minyak. Namun Suriah menjadi “jalur” setiap daerah kaya minyak seperti Irak dan
Iran untuk mengirim minyaknya menuju Laut Mediterania sehingga dapat di kirim
kepasaran Eropa dan AS.
Minyak dan gas yang berada di
Teluk Persia dan Laut Kaspia bakal melewati Suriah untuk menuju Timur Laut
Mediterania yang kemudian di kirim ke Eropa dan Amerika Serikat. Inilah alasan
yang membuat Suriah menjadi “eksotis” di mata negara-negara maju layaknya
Amerika dan Uni Eropa yang bernafsu untuk menaklukan Suriah dibawah komandonya.
Dan terbukti, pada Juli 2011, CNN
melansir adanya kesepakatan kerjasama antara Suriah, Iran, dan Irak soal
pembangunan pipa gas alam.
Pipa raksasa itu menelan biaya 10
miliar dolar AS dengan masa pengerjaan selama tiga tahun. Rusia dan China
menjadi salah satu pemegang saham utama dalam proyek ini. Pipa tersebut akan
membentang dari pelabuhan Assalouyeh (dekat ladang gas alam terbesar Iran,
South Pars) hingga Damaskus (Suriah) melewati sebagian wilayah Irak.
Iran disebut akan mengembangkan
pipa tersebut hingga pelabuhan Mediterania, dengan Lebanon sebagai pintu
gerbang ke pasar Eropa. Bahkan hendak diperpanjang menuju Yunani melalui dasar
Laut Mediterania. South Pars adalah ladang gas alam terbesar di dunia dengan
cadangan mencapai 51 triliun meter kubik. South Pars adalah ladang gas alam
lepas pantai yang terdapat di Teluk Persia.
Jelas, proyek ini akan menjadi
pesaing proyek pipa gas Nabucco yang menjadi kesepakatan antara Uni Eropa, AS
dan Turki, yang akan mengalirkan gas dari Laut Kaspia ke Eropa dan AS melalui
Turki.
Jaringan pipa ini berawal di
perbatasan timur Turki dengan Georgia kemudian terus ke Iran lewat Istanbul,
Bulgaria, Rumania dan Hongaria ke Austria. Kemampuannya mencapai 31 milyar
meter kubik dan biaya pembangunannya mencapai 8 milyar euro.
Proyek pipa gas Nabucco akan
menempatkan Turki sebagai bagian penting jaminan keamanan energi Eropa dan AS.
Pipa gas Nabucco ini akan menjadi aspek penentu hubungan Turki-Uni Eropa.
Sialnya, Rusia dan negara-negara
di wilayah Kaspia seperti Turkmenistan, Kazakstan dan Uzbekistan enggan
bergabung dalam Nabucco. Rusia lebih memilih menyalurkan gasnya ke pipanya
sendiri Nord Stream, melalui laut Baltik ke Jerman dan South Stream melalui Bulgaria
(Arsip Gatra, dalam artikel Pipa Gas Saluran Politik, 2007).
Pipa gas yang hendak dibangun
Iran-Irak dan Suriah jelas membahayakan keamanan pasokan gas Eropa dan Amerika
Serikat karena berpotensi menjadikan Iran sebagai pengendali saluran dan pasokan
energi di Timur Tengah.
Hal ini juga berbahaya bagi
produsen-produsen besar energi di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar dan
Uni Emirat Arab
Yang notabene adalah mitra bisnis
AS, terutama soal penentuan harga gas atau minyak dunia dan soal kelancaran
pasokan.
Singkat kata, monopoli AS dan
Eropa terhadap energi di Timur Tengah tentu akan berakhir jika kerjasama tiga
negara tersebut dibiarkan tumbuh dan berkembang. Maka pilihannya Bashar Al
Assad harus tumbang, untuk menggagalkan proyek pipa tersebut. Jika tidak,
Amerika dan Uni Eropa, mau tak mau bakal tambah bergantung dengan pasokan
energi dari Rusia yang harganya relatif tinggi.
Lantas, apa kepentingan Rusia dan
China di Suriah sehingga mendukung rezim Bashar Al Assad?
Menurut Moscow Times dilansir
oleh Republika, nilai investasi Rusia yang berada di Suriah berjumlah sebesar $
19,4 milyar pada tahun 2009. Dan Stroitransgas, adalah salah satu perusahaan
penyedia gas alam milik Rusia yang beroperasi di Suriah.
Bahkan Stroitrangas pernah
terlibat dalam proyek pembangunan saluran gas alam terpanjang di Suriah yakni
sepanjang 200 km dari wilayah timur Homs di daerah Al Raqqa dan saluran gas
alam ini menyumbang pengembangan konstruksi gas pipa alam di wilayah Arab.
Sehingga Suriah merupakan mitra strategis Rusia di kawasan Timur Tengah.
Sedangkan China secara aktif
terlibat dalam industri minyak Suriah. China National Petroleum Corporation
adalah mitra joint venture perusahaan minyak nasional Suriah dan Royal Dutch
Shell di Al-Furat Petroleum Company, produksi minyak konsorsium utama di
Suriah. Selain itu, Sinochem adalah perusahaan minyak Cina yang aktif dalam
tender-tender eksplorasi minyak di Suriah baru-baru ini (BBC Indonesia,
dilansir 2011).
Sehingga Suriah sangat strategis
bagi Rusia dan China. Keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah bukan hanya upaya
pengamanan dan penyelamatan investasi namun juga sekaligus untuk mengamankan
wilayah Laut Kaspia yang relatif berdekatan dengan Suriah.
Yang ditakutkan, segerombolan
pemberontak ISIS bakal memperluas pengaruhnya ke wilayah sekitar Kaukasus, Laut
Kaspia dimana sumber gas alam Rusia bermukim. Semakin luasnya pengaruh ISIS
juga merupakan pertanda semakin luasnya pengaruh Amerika Serikat dan sekutunya.
Sedangkan bagi China, Suriah
bukan hanya sekedar mitra bisnis. Namun proyek pipa gas bisa menyuplai pasokan
gas di tengah kemajuan ekonominya yang memerlukan pasokan gas yang semakin
banyak.
Gas kini menjadi primadona energi
abad ke-21 karena relatif bebas polusi dan harganya pun lebih murah. Semua negara-negara
maju membutuhkan gas demi menjalankan roda ekonominya. Maka tak khayal, jika ia
menjadi sumber utama pertarungan. Menjadi ikhwal yang diperebutkan.
Di lain sisi, Amerika Serikat dan
Uni Eropa sedang dilanda krisis yang akut dan berkepenjangan. Kehadiran China
dan Rusia di Timur Tengah membuat kepentingan geostrategi AS kacau dan
frustasi. Membuat proyek “Balkanisasi” AS terhambat.
Mungkin ini adalah permulaan
memudarnya hegemoni AS di Timur Tengah. Dan hal ini membuat posisinya semakin
sulit ditengah ia harus mengimpor 60 persen dari total konsumsi energi dunia.
Faktor ketergantungan pada energi pula yang membuat Eropa berhati-hati dalam
membicarakan Rusia dan Timur Tengah.