![]() |
Ansor NU |
"Kami tidak mau tinggal
diam, kami harus melawan". Seorang pemilik grup perusahaan
besar mengajakku sekedar minum kopi sambil menemaniku berbuka. Dia menceritakan
bahwa dia menerapkan peraturan baru dalam perusahaannya.
"Kami membentuk tim internal
untuk mengawasi pegawai2 kami yang rasis dan anarkis di media sosial. Ketika
ketahuan bahwa ia ternyata seperti itu, kami tidak segan untuk memberinya
sanksi sampai pemecatan.
Kalau masih bisa dibina ya
dibina, kalau gak bisa ya terpaksa kami minta dia mundur atau kami paksa
mundur.. " Katanya.
"Bagian SDM kami bekerjasama
dengan team dari NU di wilayah kami untuk menyelidiki siapa-siapa dari pegawai
kami yang rasis dan anarkis.
Team NU juga mulai menyisiri
mushola dan masjid di wilayah perusahaan kami diseluruh daerah, untuk menemukan
pengurus-pengurus yang radikal. Ganti dengan pengurus dan dai muda NU..
Kami juga memfasilitasi pengajian
untuk pegawai-pegawai kami yang muslim dengan melibatkan dai-dai NU. Kalau perlu, kami
juga akan melibatkan Ansor dan Banser untuk pengamanan tempat kami.
Tidak masalah kami keluar lebih
sedikit, tetapi setidaknya kami berjuang untuk ikut memberantas ideologi
radikalis di seluruh wilayah perusahaan kami.."
Ia menceritakan dengan penuh
semangat apa yang dilakukannya. Sebuah semangat perlawanan, ketika ia sadar
bahwa sudah saatnya untuk mulai membuka mata dan telinga terhadap situasi
politik di negeri ini.
"Kalau kata abang, sudah
lama negara ini abai kepada NU, biarkan kami yang swasta memulai untuk kembali
membuka diri kami dan memberikan fasilitas kepada NU.
Karena kami baru sadar, bahwa
Islam di negeri ini selayaknya dikembalikan kepada mereka yang sejak lama
menjaga negeri ini dengan penuh ketentraman sampai ideologi luar masuk dan
ingin memecah belah kebhinekaan kita.."
Aku tersenyum sambil menyeruput
kopiku. Sesudah para emaks bangkit melakukan perlawanan, kini para pengusaha
sudah mulai bergerak berjuang.
Ada kelegaan dalam hatiku yang
paling dalam bahwa negeri ini sudah mulai bergerak ke arah yang benar.
Mungkin memang seharusnya kita
disentak dulu dengan ketakutan, supaya bangun dan mulai waspada bahwa semua
keindahan ini bukan datang secara tiba-tiba. Ia diperjuangkan. Sesudah begitu lama pahitnya
menyiksa lidah, hari itu kopiku terasa nikmat sekali. Silent Majority sekarang tidak
lagi diam dalam keheningan.