![]() |
Barang Bukti |
Saya membaca tulisan seseorang -
saya lupa namanya - yang membela PT Indo Beras Unggul. PT IBU ini baru saja tertangkap
basah telah mengoplos beras yang mereka beli dari petani dengan harga subsidi,
lalu diolah kembali dan dijual dengan harga premium. Merknya Ayam Jago dan
Maknyus.
Menurut tulisan itu, dia heran
dengan pemerintah ,dimana salah PT IBU yang memproduksi beras itu?
PT IBU -menurutnya-
sesungguhnya membantu petani. Hasil panen petani yang tidak tertampung di
Bulog, dibeli oleh PT IBU. Dengan begitu, si penulis menempatkan PT IBU sebagai
sinterklas.
Dan menurut logikanya, sah-sah
saja PT IBU menjual beras kembali dengan harga tinggi.
Kita sederhanakan aja pikiran si
penulisnya. Untuk tas - sama2 dari kulit sapi misalnya, antara Hermes dan
Cibaduyut jelas beda harganya meski bahan dasarnya sama. Beda pengolahan, beda
model pemasaran, jelas beda harga.
Jadi -sekali lagi menurutnya-
apa yang dilakukan PT IBU dengan menjual harga berasnya lebih mahal itu sah-sah saja. Wong tergantung pasar dalam menyerapnya.
Di akhir kata ia menyebut bahwa
ia menulis pembelaan ini bukan karena ia kader PKS -karena komisaris PT IBU
adalah kader PKS- tapi sebagai warga yang perduli. (Kayak familiar gaya-gaya
begini ya?)
Si penulis itu benar. Tapi dalam
kasus tas, antara Hermes dan Cibaduyut. Ini beras, woi.
Beras di petani adalah beras
subsidi. Dalam artian, pemerintah mensubsidi petani untuk pembelian benih
termasuk pupuk.
Untuk pembelian benih saja, para
petani disubsidi pemerintah 1,3 triliun rupiah. Sedangkan pupuk mendapat
subsidi sampai 31 triliun rupiah. Itu belum bantuan sarana dan prasarana lain
dari pemerintah yang mencapai nilai triliunan rupiah..
Kenapa harus disubsidi?
Supaya petani dan masyarakat
sama-sama bisa menikmati hasilnya. Petani tidak rugi ketika menanam, masyarakat
tidak merasa mahal ketika membeli.
Contoh saja, dari hasil subsidi
itu petani menjual ke masyarakat dengan harga 7 ribu per kg. Modal petani cuman
3 ribu saja, sehingga petani dapat untung 4 ribu per kg. Masyarakat tetap
senang karena harga beli masih terjangkau.
Tetapi yang dilakukan PT IBU
beda...
Perusahaan besar itu memborong
beras di petani dengan harga 7 ribu per kilo. Petani tidak dirugikan memang,
tetapi pemerintah yang dirugikan. Lha wong, beras seharga 7 ribu per kg itu
beras hasil subsidi kok, untuk masyarakat.
Sesudah diborong, kemudian beras
diolah, lalu di kasi merk dan dijual 20ribu per kilo. Laba PT IBU bisa 13 ribu
per kilo. Enak mereka ya, beli beras subsidi trus dijual premium.
Ya jelas pemerintah ngamuk. Lha
kalau mau bisnis, ngomong bisnis. Tanam beras sendiri tanpa pake subsidi
pemerintah. Coba lihat harga produksinya paling bisa mencapai 15 ribu per kilo,
gak bisa 7 ribu lagi...
Inilah yang disebut penipuan...
Pemerintah merasa dirugikan
dengan hal ini. Dan nilai kerugiannya bisa triliunan rupiah karena sudah
berlangsung tahunan. Kabar terakhir sesudah dihitung, pemerintah rugi mencapai
10 triliun rupiah untuk mensubsidi beras yang dijual PT IBU.
Kembali ke perbandingan Hermes
dan tas Cibaduyut itu, kira2 itu perbandingan yang pisang to pisang gak ? (Enak pisang2pisang bukan apple2apple, karena pisang lebih syariah)
Jelas tidak, karena baik tas
Hermes dan tas Cibaduyut sama-sama tidak disubsidi pemerintah. Jika tidak ada
subsidi, disana baru berlaku hukum pasar. Ada kualitas, ada harga...
Jadi begitu, son.. penjelasan
sederhananya. Ngarti ora ?
Oh iya, kalau si penulis tadi
mengatakan bahwa ia bukan kader PKS,, maka saya nyatakan bahwa saya ini PKS
sejati !
Tapi bukan partai suci nan
ngacengan itu, kalau saya adalah Pecinta Kopi berSyariah. Saking syariah-nya,
sebelum ngopi harus pake gamis ma janggut palsu dulu..
Baru teriak, "T R A K T I R
R !!".