![]() |
Jokowi |
Awalnya saya juga heran, kenapa
kok Jokowi mendukung Presidensial Threshold 20 persen?
Presidensial Threshold (PT)
adalah ambang batas pemilihan capres. Dengan PT 20 persen itu, berarti
mewajibkan syarat dukungan 20 persen kursi supaya bisa memilih Capres. Nah
dengan adanya PT ini, maka tidak ada partai yang bisa memilih sendiri
capres-nya. Mereka harus berkoalisi dengan partai lain.
Inilah yang ditentang
partai-partai kelas bantam dan kelas bulu yang terus mendesakkan bahwa PT 0
persen.
Kalau PT 0 persen, maka partai
manapun bisa mencalonkan capres. Kalau itu terjadi, kita bisa melihat di
pilpres 2019 capresnya beragam. Mulai Rhoma Irama, Tukul, Mamah Dedeh bahkan
sampe Jonru Ginting bisa jadi capres asal ada partai yang dukung.
Demokrat nafsu banget supaya PT 0
persen. Kenapa? Ya, apalagi alasannya supaya Agus anak tersayang keluarga bisa
ikut nyapres. Uang ada, partai ada, apalagi yang kurang?
Sayangnya, DPR akhirnya
memutuskan bahwa PT harus 20 persen. Maka sibuklah partai-partai saling merapat
supaya bisa memenuhi ketentuan. Dan kita melihat pak "lebaran kuda"
akhirnya dengan malu-malu merapat ke pak "penunggang kuda". Mungkin
karena sama-sama hobi kuda.
Kembali ke pertanyaan pertama,
kenapa Jokowi kok mendukung PT 20 persen?
Sebenarnya dari hitungan beberapa
teman, jika PT 0 persen, maka Jokowi lebih bisa memenangkan pertarungan. Kok
begitu? Ya, karena sementara ini suara untuk Jokowi solid sedangkan tokoh lain
masih mencair.
Dengan PT 0 persen, maka suara
pemilih akan terbagi kemana-mana dan -mungkin- setiap capres tidak akan
mendapat lebih dari 30 persen suara saat pilpres nanti. Nah yang suara
pemilihnya tertinggi jelas Jokowi.
Dalam artian jika akhirnya PT 0
persen, maka yang diuntungkan adalah Jokowi. Lalu kenapa Jokowi tidak
memanfaatkan situasi itu dengan mendukung PT 0 persen?
Ternyata jawabannya, supaya tidak
terjadi dua putaran pemilu. Jokowi berusaha menghindari pemilu dua putaran
karena ongkosnya sangat mahal.
Sebagai perbandingan saja,
pilpres 2014 kemarin diperkirakan menghabiskan dana hampir 8 trilyun rupiah.
Putaran pertama 4 trilyun rupiah, dan putaran kedua disiapkan dana 3,9 trilyun
rupiah.
Sayang kan dana itu dipake buat
pesta demokrasi disaat kita membutuhkan dana untuk pembangunan infrastruktur?
Dengan PT 20 persen, diperkirakan
hanya ada dua capres yang bertarung dan Jokowi salah satunya. Jika hanya dua
capres saja, maka tidak perlu lagi ada putaran kedua. Kita save dana 3,9
trilyun rupiah.
Tidak egois, itulah yang akhirnya
terbersit dalam pikiran. Jokowi memikirkan banyak sisi termasuk bagaimana
menyelamatkan uang negara dan pembangunan. Sedangkan yang lain masih hanya memikirkan
bagaimana supaya menang. Tidak mudah berfikiran seperti itu ketika ada peluang.
Seperti tidak mudahnya
menyingirkan secangkir kopi dalam pikiran, walaupun dokter sudah melarang. Seruput.