![]() |
Klarifikasi Menkopolhukam |
"Yang menolak nobar film
PKI, dia itu PKI..". Begitu bunyi banyak komen di tempatku. Sekarang mudah
menuding seseorang itu sebagai PKI, sebagaimana yang terjadi pada masa 1965
dulu.
Tidak bisa disangkal, isu adanya
jutaan PKI bangkit seperti yang ditudingkan Jenderal "K" semakin
mendekati puncaknya saat dibuat kegiatan nobar PKI serentak.
PKS pun memanfaatkan situasi ini
dengan mengadakan kegiatan nobar dimana-mana, seiring dengan instruksi Panglima
TNI kepada seluruh jajarannya untuk melakukan hal yang sama.
Isu PKI ini dibangun setahap demi
setahap, supaya memunculkan kecurigaan di antara masyarakat. Sekaligus menanti reaksi
pemerintah, apakah melarang nobar atau tidak ? Jika melarang, berarti
pemerintah sekarang "ada apa-apanya".
Beruntung pemeintah Jokowi tidak
terpengaruh jebakan itu, dan membiarkan saja nobar berlangsung. Isu tidak perlu
disumbat, karena nanti bisa pecah dan baunya kemana-mana. Biarkan saja mengalir
dan diarahkan ke tempat yang lebih aman sambil diredam pelan-pelan.
Dan -seperti roller coaster-
isu PKI ini dinaikkan ke tingkat maksimal, yaitu masuknya senjata ilegal ke
Indonesia.
Entah dapat laporan intelijen
darinana, Panglima TNI menyatakan -bukan press release- bahwa ada 5 ribu
senjata yang masuk secara ilegal bukan melalui institusi TNI. Rekaman audio itu
beredar kemana-mana dan memperkuat dugaan banyak pihak bahwa memang sedang ada
persiapan "pemberontakan PKI".
Kata "senjata" adalah
koentji.
Isu senjata ini juga yang
memojokkan TNI AU pada tahun 1965 dulu sebagai institusi yang menggerakkan
Pemuda Rakyat sebagai afiliasi PKI. Senjata -yang mirip dengan senjata TNI AU- ditemukan di sekitar lapangan Halim. (detiknews, Rabu 20 september 2017)
Pernyataan Panglima TNI tentang
senjata ilegal itu -yang seharusnya menjadi bahan diskusi internal- malah
ditarik keluar dan disebarkan kemana-mana. Ini berbahaya, karena isu PKI bisa
mengkristal dan menemukan titik puncaknya.
Itulah kenapa Menkopolhukam
langsung mengadakan konferensi pers -meski pada hari libur- untuk
mengklarifikasi masalah senjata ilegal itu. Jika tidak diklarifikasi segera,
akan ada pihak yang memainkan masalah senjata ilegal itu ke arah yang mereka
suka.
Dengan demikian, pelintiran
terhadap pernyataan Panglima TNI bisa diredam. Jangan sampai dijadikan bahan
untuk naik ke tingkat selanjutnya, yaitu tudingan kepada sesama institusi,
seperti tudingan kepada TNI AU pada masa itu..
Kita berharap bahwa
"orang-orang atas" di pemerintahan sekarang ini mulai berpikir lebih
bijak, baik dalam bersikap maupun mengeluarkan pernyataan. Lebih baik diam
sejenak, daripada terus menerus mengeluarkan pernyataan kontroversial yang
berdampak keresahan di masyarakat bawah..
Komunikasi yang buruk antar
instansi seharusnya mulai diperbaiki. Untung saja ada media sosial, sehingga
masyarakat menjadi lebih cerdas dalam menyikapi banyak hal dan tidak termakan
isu mentah-mentah. Pro dan kontra di masyarakat malah menjadi penyeimbang
sehingga isu senjata ilegal dan PKI itu tidak menemukan tempat yang lebih besar
untuk berkembang..
Sambil minum kopi, saya mencoba
membayangkan kembali apa yang terjadi di tahun 1965..
Ketika itu sebuah isu bisa
membentuk diri menjadi monster besar yang menyeramkan, karena kurangnya
informasi dan komunikasi yang memang masih terbangun satu arah saja.
Dan akibatnya, adalah ratusan
ribu nyawa melayang..
Media sosial -sejelek apapun
pengaruhnya- tetap saja ada sisi baiknya. Kita menjadi melek semelek-meleknya
dan tidak hanya bergumul dengan ketakutan dalam pikiran sendiri.
Angkat secangkir kopi sambil
menunggu apa yang akan terjadi nanti..