![]() |
Info |
Saya sebenarnya sudah yakin bahwa
ketika Jenderal Gatot Nurmantyo diganti, hoax akan bertebaran dimana-mana.
Kenapa? Karena selama ini mereka
yang berseberangan dengan pemerintah menganggap bahwa Jenderal Gatot adalah
bagian dari mereka.
Posisi Jenderal Gatot sebagai
Panglima TNI pada waktu itu, sangat strategis bagi mereka. Apalagi dalam
perjalanannya, Jenderal Gatot seperti berpihak kepada mereka, meski itu hanya
perasaan mereka saja.
Kecenderungan untuk mengadu
Presiden dengan Panglima TNI kala itu sangat kuat. Jenderal Gatot dipuji
setinggi langit, sedangkan Presiden dicaci maki. Mereka ingin Presiden marah
dan kemudian mengganti Jenderal Gatot meski belum habis masa jabatannya.
Jika itu terjadi, maka Jenderal
Gatot akan melambung tinggi dengan berita yang akan mereka goreng bahwa ia
dizolimi Jokowi. Mereka ingin peristiwa SBY yang beritanya “dizolimi” Megawati
terulang lagi.
Tapi kaum bani micin kiloan tidak
paham, bahwa yang mereka hadapi adalah Jokowi. Seorang manusia dengan emosi
yang terkontrol penuh meski mendapat banyak serangan.
Jokowi membiarkan maneuver-manuver
di depan matanya sambil menghitung langkah dan waktu yang tepat untuk
bertindak.
Hari Kamis, tanggal 7 Desember,
Presiden dan Panglima TNI kala itu, bersama-sama tampil di depan publik
membantah kabar yang berkembang bahwa Jenderal Gatot secepatnya akan diganti.
Tetapi tiba-tiba besoknya, hari Jum’at, Presiden melantik Panglima TNI baru
Hadi Tjahjanto.
Gerakan yang halus, senyap, tanpa
menimbulkan banyak keributan.
Ketika kaum micin curah kelabakan
informasi hoax mereka dicounter dengan kemunculan Presiden dan Panglima TNI
bersama-sama, mendadak mereka melongo ketika hoax yang mereka bangun sebelumnya
jadi kenyataan.
Mereka sangat marah dan
menyebarkan isu kemana-mana bahwa Jenderal Gatot dipecat, berharap mendapat
reaksi dari masyarakat.
Sayangnya, bani micin lagi asik
membahas acara ILC berhari-hari dengan penuh kemenangan. Sorak sorai mereka
menenggelamkan komando untuk membahas isu “pemecatan” Jenderal Gatot.
Walhasil, isu pemecatan itu layu
sebelum berkembang.
Sesudah kembali sadar, barulah
mereka marahmarah karena merasa ketinggalan berita. Pucuk atas pimpinan mereka
ngamuk karena berita penggantian Panglima TNI tidak bisa digoreng sematang-matangnya.
“Acara gituan dibahas, acara
penting ketinggalan!” Begitu kira-kira teriakan mereka.
Dan karena gagal mengangkat isu
“pemecatan”, sasaran tembaknya langsung ke Panglima TNI baru. Isunya gak seksi
bahwa istri beliau dari keturunan Chinese, tapi itulah peluru terakhir mereka
di tahun ini.
Dalam permainan intelijen,
kecerdikan memang dibutuhkan. Biarkan lawan mengira mereka menang di satu sisi,
tapi sebenarnya di medan perang utama, mereka kalah total tanpa mereka sadari.
Angkat secangkir kopi dulu kawan,
kita tutup tahun ini dengan tenang bahwa badai besar sudah kita lewati. Kita
hadapi yang terbesar di tahun depan dengan isu yang sama China dan PKI, andalan
mereka. Seruput.