![]() |
Prabowo Subianto |
Sejak awal saya mengamati
pergerakan HTI yang boleh dibilang liicin dan licik. Mereka tidak hanya
terpusat di HTI saja, tapi juga menyebar dan membentuk ormas-ormas berbeda,
mengatas-namakan Islam meski mempunyai ideologi yang sama. Ideologi mereka
adalah mendirikan negara khilafah atau - sekarang mereka samarkan dengan nama
NKRI Bersyariah.
Dengan gerakan terpisah dari
organisasi induknya HTI, ormas-ormas ini berhasil menyatukan diri dalam
kelompok yang mereka namakan gerakan 212. Pentilannya -karena pentol sudah
mainstream- ya orangnya itu-itu juga.
Kasus nyanyian La Nyalla karena
merasa dipalak 40 miliar rupiah oleh Gerindra, membuka tabir itu semua.
Gatot Supono alias Al Khotot, pun
bernyanyi bahwa kelompok mereka sudah menitipkan beberapa nama dari kelompok
mereka untuk masuk menjadi kepala daerah. Dan nama-nama ini sudah mendapat
restu dari junjungan mereka Rizieq Syihab di Saudi sana.
Sayangnya, kelompok ideologi
khilafah ini bukanlah partai sehingga tidak bisa mencalonkan sendiri. Mereka
berharap banyak dari koalisi Gerindra, PAN dan PKS yang selama ini “mereka
bantu” memuluskan agenda politiknya.
Ibarat kata ini “Tuyul ketemu
Genderuwo”. Mereka berharap menunggangi malah mereka yang akhirnya ditunggangi.
Nama-nama yang mereka ajukan
ternyata ditolak oleh partai-partai yang selama ini mereka dukung. Alasannya
sederhana, gak mau bayar Mahar yang di politik itu adalah hal biasa. Para
pentilan khilafah ini tidak percaya bahwa “jika uang berbicara, semua orang
agamanya sama”.
Melihat perseteruan di dalam
kelompok mereka yang dulu bersatu karena kepentingan yang sama, kita patut
lega.
Jalinan pertemanan mereka
ternyata serentan jaring laba-laba. Baru masalah uang saja sudah saling garuk
menggaruk muka. Akhirnya saling menyanyilah mereka, meski gada merdu-merdunya
suaranya.
Kebayang apa yang terjadi ketika
partai-partai koalisi yang dulu mendukung mereka, memberi mereka tempat untuk
menjadi kepala daerah. Bisa-bisa satu daerah di cuci otak semua untuk
berideologi khilafah.
Saya jadi teringat dulu tersebar
foto Walikota Bogor duduk dan di belakangnya ada orang-orang HTI yang berdiri
seolah-olah merekalah yang memimpin, dan menyiratkan Walikota itu hanyalah
jabatan boneka.
Kita harus berterima-kasih pada
pak Prabowo sejujurnya. Rasa nasionalis pak Prabowo lah
yang menyingkirkan agenda besar khilafah itu. Tanpa disadari, masalah uang
mahar 40 miliar rupiah itu, membongkar semua kegagalan agenda besar kelompok
khilafah untuk menunggangi Gerindra.
Pak Prabowo juga membuktikan
bahwa ialah penunggang kuda sebenarnya. Ia bisa membedakan mana kuda dan mana
manusia. Terimakasih, bapak.. Engkau sudah
menunjukkan kepada kami bahwa bapaklah Capres yang sejati-jatinya.
Seruputttt..