![]() |
Presiden Joko Widodo |
Saya tidak menyangka bahwa hanya
karena “kartu kuning” dari seorang mahasiswa, Jokowi mendapat perhatian luar
biasa.
Ribuan orang membelanya. Bahkan
mereka-mereka yang terlibat di Papua, serentak bersuara. Mereka yang selama ini
bekerja dalam diam, sontak membuka tabir bagaimana sesungguhnya situasi di
Papua sekarang, terutama di medan yang ganas seperti Asmat sana.
Apakah mereka dibayar? Apakah
mereka penjilat?
Tidak. Mereka berbicara dengan
hati nurani mereka. Bahkan seorang dokter lulusan UI yang mengabdi disana, yang
bahkan dulu tidak memilih Jokowi saat Pilpres kemarin, terpaksa harus keluar
memberitakan situasi yang sebenarnya.
Saya teringat perkataan seorang
teman, yang tidak pernah saya ceritakan.
Ia dulu dengan beberapa orang
bertemu dengan Jokowi di tempat tertutup dan jauh dari pemberitaan. Pertemuan
waktu itu sesudah aksi massa besar yang dinamakan 411.
Temanku bercerita betapa terlihat
geramnya Jokowi waktu itu. “Kalian tahu?” Katanya. “Untuk pengamanan aksi itu
saja, negara harus mengeluarkan puluhan miliar rupiah..” Kalau tidak salah
sekitar 70 miliar rupiah untuk berjaga-jaga supaya aksi tidak menjadi keributan
yang tak terarah.
Dan temanku berkata, saat itulah
ia melihat seorang Jokowi wajahnya perlahan dari marah menjadi terlihat sedih.
Matanya memerah dan ia bercerita,
“Seandainya dana puluhan miliar rupiah itu dipakai untuk membangun jalan2 di
pedesaan Papua, membangun listrik-listrik di Papua, puskesmas-puskesmas, air bersih, sudah
berapa ribu orang di Papua yang tertolong?”.
Dan aku mendengarkannya sambil
geram pula.
“Kalian tahu?” Temanku
menceritakan apa yang Jokowi katakan pada saat pertemuan itu. “Di Papua, banyak
desa yang sangat sulit transportasi. Bahkan hanya untuk membawa orang sakit
saja, mereka harus berjalan berhari-hari di hutan dan sungai yang ganas.. Hal yang
tidak pernah terpikirkan oleh kita sebagai orang kota dengan semua nikmat dan
fasilitas yang ada..”
Tidak banyak pemimpin yang
bekerja dengan hati. Seandainya Jokowi mau saja, ia bisa memperkaya dirinya,
keluarganya dan kroni2nya. Ia punya kekuasaan untuk itu.
Tapi ia tidak mau. Buatnya,
memimpin itu amanah, bukan kesempatan duniawi. Ia ingin berbakti membangun
negeri yang dipercayakan di pundaknya saat ini.
Jadi ketika banyak sekali orang
yang membelanya, sejatinya wajar saja. Karena mereka juga punya hati. Mereka
tidak bisa membohongi hati nurani mereka yang bersih, bahwa masih ada pemimpin
yang perduli.
Ah, Pakde. Seandainya aku
didekatmu saat ini, ingin kuseduhkan secangkir kopi tanda rasa hormatku yang
tinggi..
“Orang yang suka berkata jujur
akan mendapat tiga hal, kepercayaan, cinta dan rasa hormat..” Imam Ali.