![]() |
Sugiono |
Bagaimana cara seorang Professor
menjelaskan teori Kuantum kepada anak SD?
Sulit bukan? Karena memang
kapasitas pemikiran seorang anak SD jauh berbeda dengan kapasitas seorang
Professor yang sudah menjelajahi begitu banyak ilmu.
Jadi, yang dilakukan Professor
adalah menjelaskan secara sederhana melalui analogi-analogi pengandaian dengan
menggunakan benda-benda yang dikenal anak SD. Tujuan si Profesor tentu supaya anak
SD mengerti dan bisa belajar lebih banyak lagi.
Begitulah apa yang dilakukan
Nabi-nabi pada umatnya disaat masa kebodohan pada puncaknya. Mengajarkan kebaikan
tentu dengan cara dan pengetahuan yang sesuai zamannya. Begitu juga bahasa dan
redaksi katanya.
Maka wajar kalau kitab-kitab suci
berbunyi pengandaian-pengandaian dalam menjelaskan tentang hal-hal yang tidak dimengerti
manusia pada masa itu. Begitu juga tentang konsep surga, neraka, malaikat,
bidadari digambarkan dengan pengandaian dari wujud yang dikenal manusia pada
zamannya.
Saya suka mengandaikan bahasa
kitab suci dahulu dengan begini:
Pada tahun 80’an, ibu saya
mengirim uang melalui kantor pos dan sebuah surat, “Nak ibu kirim pake wessel
ya..” Wessel adalah surat berharga yang diterbitkan kantor pos sebagai bukti
transaksi ketika Perbankan belum begitu modern spt sekarang ini.
Dan surat itu saya baca kembali
di tahun 2018...
Tentu redaksinya masih tetap
sama, tapi siatem perbankan sudah sangat canggihnya sehingga kita mengenal
M-Banking sebagai transaksi. Wessel sudah ditinggal saat ini.
Jadi bukan salah redaksi kitab
sucinya karena itu tertulis tentu dengan bahasa zamannya. Yang salah adalah
penafsiran manusia yang salah menempatkan pemahaman terhadap konteksnya.
Itulah kenapa saya cekikikan
ketika Ngustad Tenkyu bercerita tentang surga layaknya di film Caligula. Teks
dahulu dipahami dengan konteks sekarang, dimana sudah banyak ilmu dalam
memahami penjelasan yang dulu sederhana.
Anak SD yang dahulu, ketika besar
seharusnya otaknya sudah mahasiswa dan cara memahami sesuatu jelas berbeda. Teori
Kuantum yang dulu diajarkan sudah harus dipahami dengan teori-teori, rumus-rumus dan
logika, bukan lagi pengandaian-pengandaian.
Si Ngustad mungkin bermimpi jadi
Kakek Sugiono yang dulu dikenal sebagai pemain blue Jepang tertua. Dikelilingi
gadis-gadis muda cantik dan berperan sebagai penunggang kuda yang gagah perkosa.
Ia menyimpan hasrat yang dalam
karena bininya galak tak terkira. Jangankan mau mendekati gadis muda, melirik
aja bakiak melayang di udara. Jadilah ia mengembangkan imajinasinya sendiri
sambil merogoh-rogoh dalam gamisnya. Crat crit crut kembang kuncup..
Ahhh, jadi pengen ngopi pagi-pagi melihat bahwa ternyata kebodohan itu tidak ada batasnya. Kakek Sugiono bangkit
dari kuburnya, menjelma menjadi lebih syariah..
Tobatlah, nak..