![]() |
Pendukung Ahok |
Terdengar kabar sayup dari
kejauhan. "PK Ahok ditolak MA.."
Berita yang entah kenapa tidak
begitu mengagetkan, meski sempat timbul secercah harapan. Harapan terbesar
muncul ketika Hakim MA dipimpin oleh Artidjo Alkostar, yang terkenal dengan
gempuran palunya terhadap para koruptor yang ingin membebaskan dirinya, tapi
malah terperangkap lebih lama dalam penjara dan miskin selamanya.
Tidak ada alasan atau setidaknya
belum ada kabar alasan kenapa Hakim Artidjo dan kawan-kawannya bulat menolak PK
Ahok. Beritanya hanya ditolak, begitu saja. Dan suasanapun kembali seperti
sedia kala, tidak ada tangis dan tidak ada kemarahan seperti sebelumnya.
Nada pasrah terdengar dari
sudut-sudut gelap relung jiwa yang sebenarnya berharap ada sedikit saja cahaya.
Tapi dari sisi yang lebih dalam lagi, mereka juga takut akan dampak yang terjadi
ketika Ahok menghirup udara bebas kembali sebelum masa pilihan raya.
"Sudahlah, kita doakan saja
ini keputusan yang terbaik untuk kita semua.." Mereka tidak sepenuhnya
menyalahkan Hakim Artidjo, karena ia sudah berbuat banyak untuk negeri ini. Mungkin
Tuhan punya maksud lain, meninggalkan jejak yang menyakitkan, sayatan luka,
betapa masih jauhnya keadilan negeri ini.
Dari ruang lain, ada suara
tertawa keras karena Ahok tidak jadi bebas. Mereka juga bersyukur kepada Yang
Kuasa karena Ahok masih dipenjara.
Dua kubu sama-sama meminta yang
terbaik dan Tuhan sudah memilih melalui palu sang Hakim. Tidak ada kata tengah.
Hitam atau putih, itu pilihannya.
Meski begitu saya yakin bahwa
dalam kekalahannya di dunia, Ahok sesungguhnya menang banyak dalam pengumpulan
poin nilai daripada kebanyakan manusia. Ketidakadilan, jika itu memang benar
adanya, adalah emas bagi mereka yang menerimanya dengan ikhlas.
Setidaknya, nukilan percakapan
Nyai Ontosoroh dan Minke pada Bumi Manusia, karya Pramudya Ananta Toer, bisa
menggambarkan kepedihan yang dalam dari para pencari keadilan..
"Kita kalah, Ma," bisik
Minke.
Nyai Ontosoroh menjawab,
"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Secangkir kopi menemani gerimis
yang turun perlahan bagai titik airmata yang tertahan disudut kerlingan..