![]() |
Dedi Mulyadi |
Lama saya gak ketemu Kang Dedi
Mulyadi..
Sosok yang selalu ceria dalam
setiap kesempatan. Setiap bertemu dengannya, ia selalu tersenyum lebar. Ia
selalu memompakan optimisme ke sekitarnya.
Meski begitu ia pekerja keras.
Rekam jejaknya mulai dari menjadi anggota DPR, Wakil Bupati sampai Bupati
Purwakarta menunjukkan ia seorang politikus ulung. Ia bukan seorang yang hanya
muncul saat mendekati pilkada saja memanfaatkan popularitas semata, tapi ia
sudah bergerilya jauh sebelum pesta dimulai.
"Gak capek apa jadi pejabat?" Tanya saya yang kelelahan seharian ketika mengikuti dia keliling
beberapa tempat di Jabar. Saya kapok ikut dia, asli capek. Apa enaknya sih jadi
pejabat? Saya sendiri heran.
"Menjadi pejabat itu amanah,
bukan peluang.." Katanya. "Memangku amanah itu kalau kita gak punya
passion pasti berat. Kalau saya memang senang ketemu rakyat, cerita-cerita dengan
mereka dan kadang bisa bantu mereka. Kesenangan itu harganya gak
bernilai.." Ia tersenyum lebar lagi.
Ia memang seorang filosof, yang
memandang hidup dari kacamata yang jauh lebih luas dari sekedar materi.
Dedi Mulyadi adalah contoh
pejabat yang sangat membumi. Ia biasa nongkrong di pendoponya dan didatangi
banyak elemen masyarakat yang bukan dari Purwakarta saja.
Pada waktu saya sedang kebetulan
mampir di pendoponya saat ia masih menjabat Bupati, bahkan ada rombongan dari
Tasikmalaya yang minta bantuan padanya.
Dan dalam setiap pertemuan pasti
ada candaan. Gak ada jarak, gak ada jaim, semua posisinya sama. Dedi mampu
membuat orang jauhpun merasa dekat dengannya.
"Kenapa sih berpasangan
dengan Dedi Mizwar?". Saya kesal waktu itu karena buat saya ia lebih layak
menjadi Cagub. Ia tersenyum lagi, seperti memberikan kode supaya saya tenang
saja.
Ah, iya. Saya lupa. Dia seorang
politikus ulung. Mampu menaikkan dirinya secara berjenjang, bukan secara
instan. Dan dia pasti punya strategi pemenangan yang tepat menurutnya.
"Politik itu adalah seni
bagaimana memenangkan pertarungan.." Katanya dulu. "Bagaimana bisa
memimpin jika sudah kalah duluan dalam pemilihan ?"
Saya kangen juga dengan sosoknya
yang pasti jauh lebih sibuk sekarang. Dan seperti dirinya, ia tidak akan
ditemui di cafe-cafe, di mall-mall, di gedung-gedung yang nyaman. Ia pasti sedang ada di
pelosok desa-desa terpencil yang bahkan wc umum pun seadanya. Ia senang ada disana.
Apa kabar, kang Dedi? Kapan kita
ngopi lagi?