![]() |
Moeldoko dan Denny Siregar |
Saya juga heran, ada apa pak
Moeldoko mengeluarkan pernyataan "kemungkinan kasus RS bisa
dihentikan" itu?
Test the water kah? Atau ingin
merangkul mereka kah? Atau jangan-jangan ada gerakan lain yang tidak terbaca?
Apapun itu, pernyataan
"kemungkinan dicabutnya status RS", menimbulkan dua efek bersamaan.
Pertama, runtuhnya mental barisan pendukung Jokowi. Dan kedua, naiknya semangat
bertempur ormas pendukung oposisi.
Sejak RS kabur ke Saudi,
sebenarnya itu pertanda kemenangan pemerintah dalam melawan kelompok Islam
garis keras yang tergabung dalam koalisi bernama 212.
Dengan tidak adanya RS, mereka
kehilangan simbol pemersatu ikatan. Kelompok ini sudah mencoba menaikkan
beberapa ustad sebagai pengganti RS, tapi tetap tidak menemukan seseorang yang
punya kharisma yang sama. Itulah kenapa RS tetap dipelihara.
Seharusnya ini dibaca oleh
pemerintah sebagai kemenangan dalam menangani situasi yang sempat goyang di
tahun 2016.
Langkah-langkah aparat kepolisian
sudah sangat bagus dengan menangkapi gembong Saracen dan MCA. Tinggal nyutik
saja sebenarnya. Tapi menjadi antiklimaks ketika membaca bahwa ada kemungkinan
status RS dicabut dari tersangka.
Pada situasi
"kemenangan" ini, pemerintah harusnya berdiri dengan gagah. Memegang
kontrol bahwa negara ada dan hadir jika ada ganggguan mengatas-namakan agama.
Ini akan meningkatkan kepercayaan banyak masyarakat luas..
Lha, ini kok malah kayak krupuk
basah, melempem dan seperti memberi angin segar kepada ormas yang jelas-jelas
menyakiti hati banyak rakyat Indonesia.
Apakah ketika dirangkul, mereka
akan pilih Jokowi? Sangat tidak. Mereka sudah punya pilihan sendiri. Dan itu
sudah pasti bukan Jokowi. Kalau memang sulit dirangkul, lha terus ngapain juga
harus dirangkul-rangkul?
Yang pasti statemen pak Moeldoko
itu menjadi preseden berat bagi Jokowi. Rakyat akan melihat bahwa Jokowi lemah
dan kedua, rakyat melihat bahwa "oh ternyata proses hukumnya yang ngatur
rejim ini yaaa"
Pak Moeldoko seharusnya bisa
mengklarifikasi pernyataan itu.
Ganti dengan narasi yang lebih
kuat dan gagah bahwa, "Pemerintah tidak akan tunduk pada tekanan apapun
dan tidak akan mengintervensi hukum.." Ini baru statement gagah, membakar
jiwa untuk terus mengawal pemerintahan lima tahun ke depan. Bukannya membuat
kebingungan dan memecah barisan relawan.
Jangan takut, pak Moeldoko.
Kelompok "bergamis malu, gak bergamis rindu.." ini cuman tereakannya
aja yang besar. Kelompoknya mah kecil.
Jangan sampai merangkul kelompok
yang "mati segan, hiduppun sungkan" ini tapi mengorbankan potensi
besar kalangan NU yang sejak awal berhadap-hadapan dengan mereka.
Apa tidak terlihat perjuangan
Banser dan Ansor dalam menghadang gerakan mereka di kota-kota diluar Jakarta
tahun lalu? Mereka berani menghadapi kelompok "taplak meja warna
putih" ini, secara fisik waktu membubarkan acara ceramah yang berpotensi
dibelokkan ke arah membangun negara Islam..
Lha, sekarang pentolannya kok mau
dibebaskan.. "Cemana pulak? Sakit hati awak rasanya!"
Semoga apa yang diresahkan dengan
keluarnya SP3 RS tidak terjadi...
Tapi jikapun akhirnya pemerintah
mengalah kepada mereka, maka saya siap mundur dari membela Jokowi dan tidak
menggunakan hak pilih saya dalam pilpres nanti.
Setuju? Seruput kopinya dulu!