![]() |
Ahok dan Jokowi |
Belajar dari Pilgub DKI..
Perkembangan Jakarta ditangan
Ahok melaju pesat. Ia membangun banyak hal di Jakarta, mulai jalan layang,
transportasi massal sampai rusun murah. Ahok bahkan memaksimalkan kerja aparat.
Dan prestasi terbesarnya adalah
membuka pintu balaikota selebar2nya supaya rakyat bisa langsung mengadukan
masalahnya.
Seketika rakyat Jakarta jatuh
cinta pada sosok Ahok. Elektabilitas dia langsung melejit. Dia menjadi tidak
terkalahkan dalam survey2 karena hasil kerjanya nyata dan tampak oleh mata.
Dan ini menjadi masalah buat
oposisi. Tidak mungkin mengalahkan Ahok lewat prestasi.
Jalan satu2nya adalah membunuh
karakter Ahok. Ras Ahok diungkit. Agamanya dikait. Dan yang paling ditunggu,
sifat pemarahnya yang menjadi sasaran utama.
Lalu terjadilah peristiwa Al
maidah. Saat peristiwa ini, Ahok dihajar habis, dikuliti sampai ke tulang
sumsumnya. Ia akhirnya kalah.
Apapun prestasinya, hanya karena
nila setitik, rusaklah susu sebelanga..
Situasi yang sama sedang dibangun
untuk Jokowi sekarang ini..
Peristiwa SP3 Rizieq Shihab,
adalah senjata yang bagus untuk terus menggerus suara Jokowi. Ia dibunuh
karakternya. "Jokowi lemah", "Jokowi mengalah pada kelompok
212" adalah narasi yang dibangun untuk terus menguliti elektabilitas Jokowi.
Suara ini akan terus digaungkan
di kelompok pendukung Jokowi sampai mereka nantinya akan kehilangan
kepercayaan. Semua prestasi Jokowi membangun infrastruktur besar2an akan
dihabiskan oleh satu isu besar.
Yang diharapkan bukan pendukung
Jokowi akan berpindah haluan, tapi mereka menyatakan Golput karena tidak puas
dengan "hukum yang tidak ditegakkan".
Inilah narasi besar yang
diciptakan. Disatu sisi, pihak oposisi akan terus mendekat kepada Jokowi,
seolah berteman dengannya, berterimakasih padanya, padahal mereka sedang
membangun persepsi, "Tuhh.. Jokowi ternyata lemah loh penegakan
hukumnya.."
Pihak oposisi paham benar bahwa
pendukung Jokowi sangat tidak suka dengan kelompok 212. Dan menempelkan 212 ke
Jokowi dengan framing bahwa Jokowi akan bekerjasama dengan mereka, membuat
ketidak-sukaan itu sekarang menempel kepadanya.
Bunuh karakter Jokowi. "Dia
boleh hebat dalam pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Tapi lemah dalam
penegakan hukum, buat apa ? Mending pilih yang lainnya". Begitulah
kira-kira narasi besarnya.
Sementara itu, disatu tempat
tersembunyi, pihak oposisi sedang membangun POROS KETIGA. Tagar #GantiPresiden
akan dirubah menjadi sebuah nama. Nama yang lebih diterima oleh mereka yang
tidak suka pada Prabowo dan kecewa pada Jokowi.
Kekalahan Ahok sejatinya bukan
karena kuatnya lawannya, tetapi kelemahan pendukungnya. Mereka yang dulu
memuji2 kinerja Ahok setinggi langit, bisa berubah arah lari karena ketakutan
akan framing "kalau Ahok terpilih, Jakarta bisa seperti 1998 lagi".
Hanya dengan satu isu "penista
agama", prestasi2 Ahok langsung runtuh dan hilang seketika dalam pikiran
mereka..
Apakah hal yang sama akan terjadi
pada Jokowi dengan isu "Jokowi lemah" sehingga mereka berharap akan
muncul seseorang yang "kuat"?
Kita perhatikan sambil seruput
secangkir kopi hitam..