![]() |
Baliho Mudik Lebaran |
"Jokowi programnya
bagus-bagus, tapi komunikasinya yang buruk.."
Keluh saya dalam sebuah diskusi
di warung kopi. Diskusi malam hari dengan dentingan gelas berisi kopi dan tidak
lupa tahu isi sebagai penyemangat. Malam ini cuaca cerah dan cenderung panas.
"Banyak program Jokowi yang
tidak terkomunikasikan dengan baik. Para Menteri terpaku hanya memberikan
informasi tapi tidak berkomunikasi. Padahal rakyat butuh komunikasi sebagai
unsur kedekatan. Kalau informasi mereka bisa dapat darimana saja, tapi tidak punya
pengaruh apa-apa.."
Saya mencoba menggambarkan apa
yang dilakukan Jokowi saat dia menjadi Walikota Solo dan memindahkan pedagang
barang bekas di Taman Banjarsari ke pasar yang baru dibangunnya..
"Jokowi sebenarnya melakukan
penggusuran, meski dihaluskan dengan nama relokasi. Tapi bukan itu yang
membuatnya terkenal, karena banyak kepala daerah yang punya program relokasi
yang sama..
Menariknya Jokowi, ia membuat
arak-arakan pada saat relokasi itu dengan gaya Keraton. Ia tidak sibuk
menyampaikan informasi dengan berbagai alasan kenapa pedagang itu dipindah dari
Taman ke Pasar. Ia juga tidak sibuk dengan informasi berupa angka-angka yang
membuat masyarakat pusing karena ketidakmampuan mencerna..
Jokowi membangun komunikasi
dengan gaya baru. Relokasi yang selalu diartikan negatif, dirubahnya dengan
sudut pandang yang berbeda. Yang terjadi, rakyat melihat arak-arakan itu
sebagai karnaval bukan penggusuran secara halus. Bukankah ini gaya komunikasi
yang hebat ?
Para praktisi pemasaran pasti
paham bagaimana cara memasarkan barang yag kurang diminati menjadi laku
terbeli.
Contoh, asuransi. Siapa yang mau
beli asuransi kematian disaat orang lain menghindar dari topik tentang mati ?
Tapi gaya bahasa asuransi yang merubahnya menjadi "jiwa" dan mengajak
orang berfikir tentang masa depan orang yang ditinggalkan, membuat asuransi
kematian menjadi hal yang utama dalam kehidupan seseorang.
Itulah contoh gaya bahasa
komunikasi, tanpa berbicara angka tetapi membangun emosi. Karena pada dasarnya
orang banyak membeli sesuatu bukan berdasarkan fungsi, tetapi letak kekuatannya
ada di pembangunan emosi.."
Aku mengambil tahu isi yang
tinggal satu biji. Aku tahu temanku mengincarnya. Daripada habis dilahapnya,
mending kuserobot duluan. Kulihat temanku kecewa berat karena dia dalam kondisi
rasa lapar yang puncak-puncaknya.
"Lihat saja sekarang, banyak
program Jokowi yang bagus-bagus seperti KIP, KIS sampai bagi-bagi sertifikat.
Tapi sebagian besar hanya berupa informasi tanpa sebuah agenda besar membangun
komunikasi berdasarkan emosi kenapa warga membutuhkan itu ?
Akhirnya program-program bagus
itu banyak tertelan oleh narasi lawan politiknya yang selalu membangun narasi
ketakutan, takut akan aseng, takut akan tenaga kerja asing, takut bangkitnya
PKI dan segala macam.."
"Kenapa bisa begitu ya
?" Tanya seorang teman yang tertarik melihat sudut pandang berfikirku..
Kuseruput kopiku yang masih panas
dan hitam sehitam hati temanku yang tidak dapat tahu isi itu..
"Karena proses komunikasinya
diserahkan pada birokrat yang tidak paham bagaimana berkomunikasi yang benar.
Seharusnya pemerintahan Jokowi
menganggarkan dana untuk membangun komunikasi program-programnya kepada
masyarakat dengan menyewa pakar dan team komunikasi yang benar, para praktisi
yang memang sehari-harinya berkecimpung di bidang periklanan untuk membangun
cerita dibalik program yang diluncurkan. Apa, kenapa, mengapa dan tujuannya
kemana..
Itu penting supaya masyarakat
bisa mendapat cerita dari sudut pandang yang berbeda, bukan hanya dicekoki
angka-angka pertumbuhan yang bikin rambut tambah beruban.."
Makin hangat pembicaraan.
"Coba perhatikan komunikasi
perusahaan Gojek diawal-awal mereka berkibar. Mereka tidak berbicara tentang
Ojek sebagai kendaraan, tapi fokus pada testimoni dari mereka yang mendapat
lapangan pekerjaan..
Itu baru namanya cara
berkomunikasi.
Seperti membangun jalan tol.
Seharusnya pemerintah Jokowi bukan sibuk memamerkan jalan tol yang baru
dibangun sebagai sarana mudik yang bersifat sementara, tapi mengedukasi apa
dampak jangka panjang dari pembangunan infrastruktur dalam bentuk komunikasi
yang indah.."
Temanku manggut-manggut sambil
menarik janggutnya yang cuman selembar, mati segan tumbuhpun enggan..
Entah dia mengerti atau
pikirannya sedang terintimidasi dengan ketakutan, "Ini siapa yang bayar
??"
Aku tak perduli. Seperti biasa
kuserahkan pada dia yang ahli...
Seruput...