Kita kembali sejenak ke Pilpres
2014..
![]() |
Prabowo |
Pada waktu itu partai Golkar
adalah pemenang dengan jumlah kursi terbanyak kedua sesudah PDIP. Jumlah
kursinya 91 atau 14,75 persen.
Dengan posisi seperti itu,
kader-kader Golkar sangat percaya diri. Mereka kemudian menggelar Rapimnas yang
salah satu poin pentingnya adalah mencalonkan Aburizal Bakrie sebagai Calon
Presiden. Mereka cukup mencari satu koalisi lagi, maka Golkar bisa membentuk
poros tandingan diantara dominasi Prabowo-Hatta & Jokowi-JK.
Tapi ternyata kenyataannya
berbeda..
Tiba-tiba Ical, panggilan akrab
Aburizal Bakrie, melakukan manuver dengan merapat ke Prabowo-Hatta dan bersedia
menjadi "Menteri Senior" mereka..
Manuver Ical ini tentu saja
membuat marah kader Golkar yang tadinya punya kepercayaan diri sangat besar.
Mental mereka runtuh seketika. Padahal, jika waktu itu Ical mau koalisi dengan
Demokrat saja, maka Golkar punya potensi memenangkan pertarungan. Demokrat pada
waktu itu adalah satu2nya partai yang belum mengambil keputusan bergabung di
kubu mana...
Langsung saja terjadi konflik di
tubuh Golkar. Dan Ical dengan kekuasaannya memecat beberapa petinggi Golkar,
salah satunya Nusron Wahid yang waktu itu menjadi Bendahara DPP. Dan pemecatan
itu menambah konflik semakin meruncing di tubuh Golkar..
Situasi ini dimanfaatkan betul
oleh JK, yang termasuk senior di Golkar. Akhirnya sebagian kader Golkar
bergabung ke Jokowi-JK, yang membuat Golkar berkeping-keping dan tidak
memberikan suara yang signifikan pada kemenangan Prabowo-Hatta..
Keruntuhan Golkar karena manuver
Ical yang diharapkan menjadi Capres, akan berdampak sama jika Prabowo tidak
menjadi Capres Gerindra..
Desas desus bahwa Prabowo
akhirnya menerima tawaran SBY supaya tidak maju Capres, membuat kader Gerindra
gelisah. Prabowo adalah marwahnya Gerindra. Dan jika bukan Prabowo yang menjadi
Capres, maka Gerindra tidak punya lagi sosok yang bisa dibanggakan.
Situasi itu akan memecah Gerindra
dari dalam, dan ini tentu menjadi poin yang menguntungkan bagi Jokowi dan
koalisinya. Kader Gerindra akan menggelar rapat luar biasa yang akan
menyibukkan mereka secara internal dan tidak fokus pada pemenangan..
Dan jika itu terjadi, maka
keruntuhan Gerindra akan semakin nyata. Bisa saja kelak akan terjadi dualisme
kepemimpinan di Gerindra dan dimenangkan oleh mereka yang akhirnya mendukung
Jokowi, persis seperti Golkar sekarang dan PPP.
Prabowo bisa saja berhitung bahwa
jika ia maju menjadi Capres, ia sulit menang melawan Jokowi.
Tetapi jika ia tidak maju,
kerugian lebih besar akan didapatnya. Kita tahu, membangun partai itu tidak
mudah. Butuh uang triliunan untuk memulainya. Dan jika nanti Gerindra direbut
dari tangan Prabowo, bayangkan betapa ruginya mereka..
Tentu kader Gerindra tidak mau
mengusung orang lain yang sama sekali bukan kader. Apalagi di tahun 2014,
Gerindra ada di nomor tiga, dengan jumlah kursi 73 atau 11,81 persen. Masak mau
diatur-atur oleh partai-partai yang peroleh kursinya ada di bawah mereka ?
Gengsi dong ah..
Politik itu memang seni untuk
memenangkan perang. Tetapi jika salah langkah, kehancurannya akan menjadi tidak
terbayang. Dan tentu kubu Jokowi menunggu Prabowo tidak mencalonkan diri,
supaya lebih mudah memecah Gerindra dari dalam.
Itulah kenapa Prabowo masih belum
mau mendeklarasikan dirinya menjadi Capres. Kebayang kesulitan apa yang dia
alami sekarang.
Seperti makan buah simalakama.
Dimakan, Mardani Ali Sera menjerit. Tidak dimakan, Neno Warisman tersedak karena
pait.
Dan jangan sampai Prabowo
akhirnya seperti Ical, yang tidak ada bayang2nya sekarang ini, padahal dulu
sering muncul di tipi tiap hari, apalagi ada adegan peluk Teddy Bear di pesawat
bersama seorang gadis..
Pada situasi ini, Jokowi masih
berhasil memainkan pion kuda-kudanya dengan baik dan menunggu apa langkah yang
dilakukan lawannya dalam kondisi terjepit..
Apakah benar Gerindra akan runtuh
? Kita tunggu saja sambil seruput kopi.