![]() |
Jokowi |
"Cool..."
Kata anak perempuanku saat
menonton pembukaan Asian Games 2018 kemarin malam. Anak perempuanku berusia 18
tahun, generasi milenial yang juga pemilih pemula di Pilpres 2019 nanti.
Jarang dia memberikan apresiasi.
Standar generasi milenial terhadap sesuatu sudah sangat tinggi, karena mereka
berinteraksi dengan dunia internet yang penuh dengan tayangan berkelas
internasional.
Pemilih milenial yang berusia
17-29 tahun, berjumlah sekitar 15-20 persen dari jumlah pemilih nasional.
Merebut perhatian mereka tidak mudah, karena banyak dari mereka yang apatis
terhadap politik.
Bahkan salah seorang teman
pemilik jaringan media radio besar di Jakarta berkata, "Jangan bicara
politik ke anak muda. Buat mereka politik itu identik dengan rusuh dan
kebencian, karena itu mereka menolak. Mereka ingin yang fun..".
Karena apatis inilah, pemilih
milenial cenderung mengikuti apa kata orangtua maupun teman. Mereka
dikategorikan "pemilih galau". Besarnya prosentase pemilih milenial,
membuat mereka menjadi rebutan dalam pilpres sebentar lagi.
Saya harus angkat secangkir kopi
terhadap usaha cerdas Jokowi menggaet pemilih milenial. Dia menggunakan ajang
Internasional sebagai sebuah cara untuk menggaet mereka.
Dan Jokowi berhasil.
Pemilih milenial banyak yang
melihat Korea Selatan sebagai patokan. Itu berkaitan dengan budaya K-Pop yang
fenomenal. Dan ketika Korsel memuji Jokowi, bahkan acara pembukaan Asian Games
menjadi trending topik disana, itu sangat mempengaruhi pemilih milenial di
Indonesia.
Mereka bangga ketika nama
Indonesia disebut, dan Jokowi menjadi pusat perhatian dengan aksi dramatisnya
naik motor layaknya film kelas mahal. Jokowi menjadi "sangat
milenial" dengan gayanya itu. Ia menjadi antitesa dari gaya Presiden di banyak
negara yang cenderung tampil kaku dan "tidak muda".
Keberhasilan team acara dalam
pagelaran Asian Games yang memadukan budaya dan teknologi, membuat pemilih
milenial di Indonesia mulai melirik Jokowi sebagai wakilnya karena ia
menunjukkan "bahasa" yang sama dengan mereka.
Jokowi memang pintar memilih tema
dalam membangun panggung dirinya. Dan ini bukan yang pertama. Saat dia menjadi
Walikota Solo, dia berhasil merebut hati banyak pemilih dengan membuat acara
arak-arakan bergaya festival jalanan saat memindahkan pedagang dari taman
Banjarsari.
Dengan model arak-arakan bergaya
keraton itu, Jokowi sekali menepuk dapat dua lalat. Pertama, ia berhasil
memindahkan pedagang yang sudah puluhan tahun berada disana dengan kebanggaan.
Dan kedua, ia berhasil menarik perhatian nasional.
Jokowi memang bukan tokoh baliho,
yang mengangkat citra diri dengan wajah dimana-mana berharap itu mempunyai
pengaruh besar orang untuk memilih. Ia seorang "story teller"
pencerita yang baik yang membangun brandnya dengan kreatif.
Motor besar dipilih - bukan kuda
dan kereta kencana - sebagai pemikat, karena menggambarkan sosok "gagah,
muda dan kekinian". Masih ditambah atraksi lompat tinggi untuk menambah
daya dorong terhadap citra diri. Ia adalah seorang entertainer sekaligus seorang
pemimpin yang bervisi.
Selain Soekarno, belum ada
pemimpin yang multitalenta seperti Jokowi.
Ini semua memang tentang
"bagaimana bercerita". Sesuatu yang banyak dilupakan oleh banyak
tokoh yang ingin merebut simpati dengan gaya lama, tampil dengan bahasa iklan.
Jokowi memainkan model komunikasi marketing dengan handal.
Perhatikan, pernahkah kita
menemui foto wajahnya di baliho di titik- titik strategis yang berharga mahal ?
Tidak pernah, karena itu memang bukan gaya dirinya. Ia memanfaatkan momen yang
ada dan mengemasnya dengan gaya berbeda.
Dan ketika ia membangun panggung,
ia harus memastikan semua mata memandang kepadanya..
Para tokoh politik harus banyak
belajar pada Jokowi. Meski tampilannya ndeso, ia berhasil memikat kaum urban
perkotaan yang terbiasa dengan gemerlapnya lampu kota metropolitan.
Gaya marketing Jokowi di dunia
politik seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi akademisi dan praktisi dibidang
pemasaran atau komunikasi, untuk menulis bagaimana menjual diri lewat sebuah
atraksi..
Prabowo jelas kalah disini,
karena ia tampak "oldschool" dengan gaya berkuda dan keris yang tidak
sesuai dengan zamannya. Sudah bukan masanya lagi menjual "gagah dengan
seragam tentara". Ini masa teknologi sudah menjadi candu bagi generasi
muda.
Sekarang ini, menyebut nama
Jokowi sebagai "Presiden gua !" adalah kebanggaan bagi generasi
milenial ketika teman-teman onlinenya di dunia internasional memuji,
"Gilaaa. Presiden lu keren abesss.."
Seruput dulu kopinya..