![]() |
Politisasi Masjid |
"Ayo kita belajar dari
Jakarta untuk kalahkan mereka di Pilpres nanti!". Begitu seru Rizieq Shihab, dari
tempat kaburnya di Arab Saudi sana. Seruan Rizieq ini dijadikan motivasi bagi
pendukungnya untuk menjadikan Indonesia seperti Pilgub DKI di tahun 2017,
dimana mereka menggunakan agama sebagai "alat perangnya" demi
mencapai tujuan politik mereka.
Dan kita masih terbayang betapa
mengerikannya Pilgub DKI lalu. Masjid, yang seharusnya menjadi tempat ibadah
kepada Tuhan dan tempat perlindungan pertama jika terjadi musibah, malah
dijadikan alat untuk menghantam sesama..
Pada waktu itu, di beberapa
masjid Jakarta, terpampanglah spanduk-spanduk yang melarang untuk menyolatkan
orang yang meninggal yang berbeda pilihan.
Terjadi ketegangan antar sesama
muslim sendiri, karena mereka merasa berhak atas masjid sebagai tempat mereka
beribadah. Tetapi ternyata masjid dikuasai oleh antek-antek yang bernafsu untuk
menduduki jabatan. Orang-orang yang merasa paling berhak atas Tuhan dan agama,
dengan mengangkangi semua atas nama kuasa.
Bukan itu saja..
Ceramah-ceramah pada waktu shalat
Subuh dan shalat Jumat, bernada provokasi. Dan ini disebarkan melalui pengeras
suara ke banyak penjuru Jakarta. Intimidasi mereka lakukan, bagi siapa yang
memilih pemimpin yang tidak disetujui mereka, kafir hukumnya.
Meskipun itu sesama muslim, buat
mereka tidak ada bedanya..
Untung saja Pilgub DKI berjalan
dengan aman. Banyak muslim yang tidak setuju dengan mereka mengalah, sehingga
tidak terjadi bentrokan berdarah yang bisa membuat rusuh ibukota.
Kita semua menahan diri supaya
negeri ini tetap aman. "Jabatan bukanlah segalanya.." begitu kata
almarhum Gus Dur waktu turun dari singgasananya.
Tapi hal ini tidak bisa dibiarkan
terus...
Mereka akan kembali mengulang
situasi yang sama, karena sudah merasakan lezatnya kemenangan dengan
menggunakan agama. Dan perintah Rizieq Shihab itu mereka jadikan sebagai sinyal
untuk mengulangi hal yang serupa.
Pak Tito Karnavian, Kapolri, saya
memohon dengan sangat, jangan lagi ada kelompok yang bisa menjadikan tempat
ibadah dengan seenak udelnya mereka. Berikan tindakan keras, bahwa siapapun
yang menggunakan tempat ibadah sebagai alat politik, akan menuai akibatnya. Dan
kepolisian harus mengawasi ini dengan seksama..
Peringatkan, siapapun yang
menggunakan masjid sebagai alat politik praktis, baik itu melalui spanduk,
ceramah, pengajian, akan menerima sanksi hukum yang keras dari kepolisian.
Dan polisi siap membentuk team
pengaduan di seluruh wilayah Indonesia, jika ada warga yang mengadukan tempat
ibadahnya dijadikan sarang gerombolan.
Hal ini penting sekali, karena
kita tidak ingin mengulang situasi yang sama dengan Pilgub DKI dengan kerusakan
yang jauh lebih parah.
Warga daerah belum tentu bisa
sedewasa warga muslim DKI yang menahan tangannya supaya tidak terjadi
bentrokan. Bisa saja di daerah, mereka tidak mampu menahan amarahnya ketika
masjid dipakai oleh kelompok yang berbeda pilihan.
Mencegah lebih baik daripada
mengobati, begitu kata pepatah. Kita sudah ada peristiwa yang bisa kita
pelajari dan ambil hikmahnya.
"Belajarlah..." Jangan
sampai kita menyesal dikemudian hari ketika kerusuhan akibat perbedaan politik
meluas dan membakar Indonesia..
Pemilihan Presiden tahun 2019 ini
akan jauh lebih panas dari periode sebelumnya. Ini karena HTI sedang
dendam-dendamnya kepada Jokowi, dan ingin melakukan pembalasan karena
organisasi mereka dibubarkan..
Semoga pak Tito membaca surat
ini. Dan semoga kita menjaga negeri ini bersama-sama supaya lebih baik ke
depannya.
Kita tidak cari musuh, kita tidak
bermain fitnah, dan tidak membangun ujaran kebencian. Tapi kalau mereka begitu,
mengunakan tempat ibadah untuk kepentingan politik mereka, gua siap berkelahi.
Gua sudah muak agama gua dijadikan
tameng untuk saling membenci.
Benar begitu? Seruput kopinya.