![]() |
HTI |
"Apa kelemahan terbesar
pendukung Jokowi, bang?". Tanya seorang teman ketika membaca tulisanku
"Kritik untuk timses Jokowi". Aku ketawa. Pertanyaan yang bagus dan
ini mungkin bisa jadi sebuah acuan.
Saya mungkin sedikit dari banyak
orang yang menghabiskan banyak waktu di medsos, sehingga akhirnya bisa
mempelajari pola-pola komunikasi di media sosial bahkan sampai ke
propagandanya.
Dan saya harus jujur, di bidang
propaganda media sosial, kubu Prabowo masih jagonya.
Lihat saja cara-cara mereka
memprovokasi. "Kami umat Islam", "Ulama kami", "7 juta
manusia di Monas" sampai ke "Ganti Presiden" adalah kemampuan
membuat jargon-jargon dengan model "klaim". Mereka tidak perduli
bahkan tidak pake malu untuk menggelorakan semangat di pendukung mereka dengan
bahasa-bahasa hiperbola.
Bukan hanya urusan tagar di
medsos, mereka bahkan membuat gerakan sebagai dampak berkelanjutan - multiplier
effect, dan ini memperbesar propagandanya. Sesudah apinya besar, mereka membuat
turunannya seperti kaos, supermarket sampai filmnya.
Buat mereka brand itu harus
dijaga terus supaya jangan padam bahkan jika perlu di buat turunannya lagi.
Sesudah selesai dengan "212", kelompok pendukung Prabowo membangun
gerakan baru "2019gantiPresiden".
Perhatikan cara-cara mereka,
terokestrasi dengan benar dan solid. Dan mereka punya logistik yang fokus
disalurkan untuk membangun perlawanan sebata demi sebata.
Disinilah sebenarnya kelemahan
terbesar pendukung Jokowi..
Pendukung Jokowi bisa dibilang
bukan pendukung militan. Mereka pendukung yang setengah-setengah. Pendukung
Jokowi sama baperannya dengan pendukung Prabowo, hanya kalau pendukung Prabowo
bapernya dengan bersatu menyerang pendukung Jokowi, sedangkan pendukung Jokowi
baperan dengan sesamanya sendiri.
Pendukung Jokowi ini terlalu
santun, datar, malu-malu ayam, sehingga terkesan selalu bertahan. Setiap
serangan isu dari tim Prabowo, mereka sibuk mencari jawaban. Akhirnya energi
mereka terkuras disana, karena tarian genderang lawan.
Jarang sekali pendukung Jokowi
memainkan genderang sendiri yang membuat lawan menari, karena energi mereka
habis untuk membela diri. Pendukung Jokowi sibuk bermain di "logika"
dan "angka" dalam menjawab isu, padahal tim Prabowo bermain di
"rasa".
Contoh nanti isu PKI yang akan
ada di akhir September nanti. Pasti isu itu akan dibangun sebagai narasi bahwa
pendukung Jokowi -bahkan Jokowinya sendiri- adalah PKI. Dan akhirnya sibuk
tangkis menangkis kayak pemain bulu tangkis.
Padahal isu PKI itu bisa jadi
adalah "decoy" atau umpan pengalih perhatian supaya pendukung Jokowi
sibuk menangkis, sedangkan tim utama pendukung Prabowo sedang bergerilya dengan
menguasai masjid, tanpa terlihat dan teraba.
Baru ketika mereka muncul dengan
kekuatannya, blarrrr, mereka menguasai medan. Ingat peristiwa Pilgub DKI?
Begitulah cara mereka bekerja. Dan lihat hasilnya. Ahok kalah.
Ketidak mampuan pendukung Jokowi
membangun klaim mungkin karena beban berat bahwa mereka adalah "kaum
terpelajar", sehingga menghindar dari model propaganda rasa dan lebih
banyak bermain di logika dan angka. Ada rasa takut ketika harus membangun
klaim, dan ini adalah kelemahan terbesarnya.
Ibaratnya di dalam pertandingan
sepakbola, tim Prabowo selalu menguasai setengah lapangan untuk melancarkan
serangan-serangan.
Kalau saya sejak dulu tidak mau
kalah dengan mereka. Di media sosial saya selalu menyerang, karena jika saya
sudah merasa takut terintimidasi, maka bisa dipastikan mereka akan memenangkan
persepsi. Itulah kenapa saya lebih sering bertarung sendirian, karena di
pendukung Jokowi banyak perdebatan tentang "cara" sedangkan di tim
Prabowo "cara itu nomer dua, yang penting hajarrr...".
Disitu saya harus menghormati
kemampuan musuh ideologis saya.
Kenapa pendukung Jokowi selalu
kalah langkah dalam propaganda?
Karena pendukung Jokowi berfikir
lokal, sedangkan tim Prabowo mengadopsi gerakan global. Gerakan propaganda di
media sosial ini adalah ciri khas gerakan Ikhwanul Muslimin yang berhasil
mereka lakukan di Mesir, Libya, Turki dan negara-negara lain.
"Jadi bagaimana cara
mengalahkan mereka?"
Seharusnya timses Jokowi ikuti
langkah negara China, "Amati, Tiru dan Modifikasi.." Banyak kelemahan
di pendukung Prabowo sebenarnya, tapi ini tidak terlihat karena sibuk menangkis
persepsi.
Perhatikan slogan
"2019gantiPresiden" dengan slogan "Bersih, Merakyat dan Kerja
Nyata". Mana kira-kira yang muda dan revolusioner dan mana yang tampak tua
dan "bukan generasi gua"?
Perlu secangkir kopi lagi untuk
mengulas strategi kemenangannya..
Seruputttt..