Sampai sekarang Prabowo masih
mencari-cari narasi yang tepat untuk menaikkan elektabilitas namanya yang masih
kalah di bawah Jokowi.
Waktu sudah tinggal 4 bulan
kurang, harus ada satu sentakan kuat untuk menggerakkannya ke atas. Aksi reuni
212 dianggap gagal, karena ternyata tidak mendapat pemberitaan yang sesuai.
Aksi hoaks Ratna Sarumpaet juga layu sebelum berkembang, malah menurunkan
tingkat kepercayaan.
Disaat sedang kelimpungan itu,
muncul narasi lama yang digerakkan Partai Berkarya yaitu gerakan kembali ke era
Soeharto.
Narasi lama ini sudah digerakkan
jauh sebelum proses pencapresan ini dimulai. "Penak jamanku toh?"
adalah gerakan massif dengan spanduk bergambar Soeharto melambaikan tangan
berusaha membangkitkan kembali kenangan yang "terlalu manis untuk
dilupakan" akan murahnya ekonomi di masa pemerintahan Soeharto.
Harga-harga mahal di era sekarang
dan lapangan kerja yang sulit, diframing dan dibandingkan dengan era Soeharto
lewat narasi yang meyakinkan. Masyarakat sengaja diajak untuk melupakan
kediktatoran Soeharto di masa lalu.
Teknik Firehose of Falsehood,
atau propaganda kebohongan diputar berulang-ulang supaya orang tercuci otaknya
untuk rindu pada masa lalu. Tentu masalah fakta bahwa Soeharto disebutkan
melakukan korupsi besar-besaran di eranya ditutupi dengan seksama.
Tapi pertanyaannya, benarkah
masyarakat menerima kembali kehadiran Soeharto?
Belum apa-apa, pernyataan Partai
Berkarya melalui Titiek Soeharto bahwa Prabowo akan membawa kembali Indonesia
ke masa Soeharto, sudah mendapat tentangan dari salah satu partai koalisinya
yaitu Demokrat.
Demokrat melalui Wasekjennya
Rachland Nasidik menolak keras jika Prabowo ingin kembali ke masa orde baru
saat Soeharto berkuasa. "Kalau mau seperti Orba, gak usah ada Pemilu. Biar
Jokowi terus saja," tegas Rachland. Ini isyarat keras bahwa Demokrat tidak
mau ikut-ikutan Prabowo.
Prabowo juga tidak menghitung,
bahwa banyak masyarakat yang menolak keras kembalinya masa orde baru. Para
petani cengkeh dan petani bawang putih jelas terbayang bagaimana rezim itu dulu
memonopoli dan merusak pendapatan mereka. Belum lagi Aceh dan Papua yang
merasakan bagaimana daerah mereka dihabisi dengan operasi militer.
Ini bisa jadi blunder terbesar
Prabowo. Prabowo bertaruh terlalu tinggi dengan menunggangi gerakan kembali ke
era Soeharto ini yang bisa mengakibatkan ia jatuh untuk ketiga kali.
Tapi bagaimana lagi? Sekarang ini
yang bisa menyediakan logistik adalah keluarga Soeharto. Dan mau tidak mau
Prabowo harus mengikuti narasi yang mereka bangun jika ingin tetap kampanye ke
mana-mana.
Dari sini kita bisa melihat,
betapa tersanderanya Prabowo dengan keluarga Soeharto. Harapan dirinya tinggal
ini sesudah Demokrat tidak mau keluarkan logistik, PKS sedang ngos-ngosan gada
duit dan PAN yang sedang mengalami perpecahan internal.
Jadi yah mau gimana lagi,
terpaksa cinta 5 tahunan harus bersemi kembali. Cinta yang disatukan oleh
kepentingan bersama bagaimana bisa berkuasa di negeri ini.
Ini satu-satunya kesempatan yang
tersisa. Karena 5 tahun lagi, kekuatan itu sudah tidak ada. Capek. Mendingan
main sama kuda kuda yang tidak peduli tuannya berhasil atau gagal gagal lagi
meski sudah berusaha sekuat tenaga.
Seruput kopinya.
Tagar.Id
Tagar.Id