![]() |
Perang Medsos |
"Den, Jokowi kalah total di
media sosial.."
Begitu komen seseorang di salah
satu postingan dan disahuti dengan berbagai komen baik dari yang pro maupun
kontra.
Kalah? Saya bingung, darimana
dia melakukan pengukuran bahwa tim medsos Jokowi kalah dan tim medsosnya
Prabowo menang?
Setelah saya coba searching
ternyata berita itu datang dari salah satu lembaga survey dan "pakar"
media sosial yang mengukur apa yang terjadi dalam perang di medsos itu melalui
twitter.
Kenapa twitter? Karena hanya
twitter yang menyediakan data untuk dijadikan patokan. Sedangkan aplikasi
medsos lainnya seperti Facebook dan Instagram tidak menyediakan sumber data
untuk diteliti. Jadi sekarang ukuran kalah dan menang hanya berdasarkan
kumpulan data yang ada di twitter
Padahal kalau berdasarkan ukuran,
pengguna twitter di Indonesia jelas kalah banyak dari FB. Pengguna FB di
Indonesia sendiri dilaporkan 130 juta akun, sedangkan twitter sendiri hanya 56
juta. Jadi jika di pakai ukuran ini, jelas twitter belum layak disandingkan
untuk bertarung dengan FB. Twitter hanya menang dari Instagram yang mencapai 46
juta pengguna di Indonesia.
Apakah ukuran itu bisa dipakai
untuk menang atau kalah? Jelas tidak, karena jumlah akun yang terdaftar belum
tentu sama dengan jumlah mereka yang aktif.
Dan ketiga media sosial itu tidak
ada artinya apa-apa jika disandingkan dengan aplikasi Whatsapp yang sayangnya
tidak pernah dipublikasikan berapa penggunanya dari Indonesia tetapi menjadi
medsos yang sering dipergunakan dalam berbagai kepentingan.
Jadi ukuran kalah atau menang
tidak bisa hanya berdasarkan ukuran di twitter saja tanpa melibatkan platform
lainnya.
Kadang yang buat saya ketawa
adalah ukuran sukses tidaknya sebuah pesan dilihat dari perang tagar #.
Perangnya adalah bagaimana sebuah
pesan itu trending di twitter. Sebagai pengguna medsos lama saya merasa lucu,
bagaimana bisa sebuah trending tagar bisa mempengaruhi pemikiran seseorang ?
Trending tanpa berdampak apa-apa jelas adalah kesia-siaan. Begitu juga polling,
yang lebih banyak robotnya daripada akun aslinya.
Media sosial fungsinya adalah
pembentukan opini dan opini itu bisa dilakukan oleh para influencer, atau para
penyampai pesan yang berpengaruh. Perang yang nyata di media sosial adalah
perang framing opini.
Sebagai contoh saat reuni 212
kelompok Prabowo melakukan propaganda bahwa yang hadir 8 jutaan sedangkan
pendukung Jokowi melakukan downgrade dengan jumlah 40 ribuan. Siapa yang benar? Benar menjadi tidak penting ketika propaganda berlangsung, yang penting siapa
yang berhasil mempengaruhi pemikiran banyak orang.
Jadi apa ukurannya menang atau
kalah di media sosial?
Tidak ada ukuran pastinya, karena
ketika berbicara bahwa si A menang dan si B kalah, itupun bagian dari perang
propaganda untuk melemahkan lawan.
Orang moderat sekarang jauh lebih
militan dari sebelumnya. Mereka yang dulu diam, sekarang berani bersuara
sekencang-kencangnya menjadikan media sosial menarik untuk dilihat sebagai
kumpulan pikiran dari banyak orang.
Lagian ngapain mikir kalah atau
menang ? Perang riil itu di darat bukan di media sosial. Media sosial itu hanya
sebagai ukuran apa yang harus disampaikan ketika harus melakukan
pendekatan-pendekatan di darat. Dan timses sudah seharusnya mulai melakukan
penetrasi ke arah ini.
Jadi kalau memang Prabowo menang
di media sosial, ya kita nobatkan saja beliau sebagai Presiden..... di media
sosial.
Setuju? Seruput kopi dulu..