Sejak Jokowi menjadi Presiden,
keputusannya kerap jadi polemik..
Setiap kali berbicara di depan
audience, saya selalu ditanya, "Kenapa Jokowi seperti lunak terhadap kaum
radikal ya ?"
Saya menjawab, "Jokowi
belajar dari kesalahan pemerintah Suriah dalam memerangi radikalisme di
negaranya. Presiden Bashar Assad dengan latar belakang militer, dalam menumpas
radikalisme, selalu menggunakan kekerasan. Ia memukul, bukan merangkul.
Inilah yang membuat kaum
radikalis senang. Mereka memang menanti untuk dipukul. Ketika mereka dipukul,
mereka membangun semangat perlawanan besar-besaran. "Revolusi !!"
teriak mereka. Dan foto-foto "kekejaman" Bashar menurut versi mereka
tersebar di seluruh dunia, dengan bumbu hoax yang sangat tajam baunya.
Dan kita lihat, apa yang terjadi
dengan Suriah sekarang..
Pendekatan humanis sudah
dilakukan Jokowi lewat Kapolri Tito Karnavian, sejak demo anti Ahok tahun 2016.
Polisi bukannya memukul, tapi malah ikut bersama barisan mereka, menjaga mereka
supaya tidak anarkis, dan habislah celah mereka untuk membuat hoax kekejaman
Jokowi..."
Saya menyeruput kopi sebentar dan
melanjutkan..
"Tapi tidak banyak yang
tahu, dibelakang itu, Kepolisian memburu banyak teroris yang ingin memanfaatkan
aksi demo besar itu untuk membuat keributan dengan menanam bom diantara
pendemo. Yang kita lihat adalah situasi aman dan terkendali. Ada yang harus
diperlihatkan dan ada yang tidak.
Kita juga dulu protes keras
bagaimana Tito seperti membiarkan Rizieq Shihab kabur ke Saudi. "Jokowi
tidak tegas !!" banyak yang teriak seperti itu dan kecewa padanya. Orang
yang sama yang sekarang juga ketawa-ketawa melihat bagaimana Rizieq Shihab
menderita di pengasingannya nun jauh disana.
Jadi, ketika melihat Jokowi
akhirnya membebaskan Abu Bakar Baasyir karena nilai kemanusiaan, jangan
langsung teriak-teriak "Jokowi kok malah membebaskan teroris ??"
Kita hanya melihat satu sisi
saja, bahwa Baasyir teroris. Tapi Jokowi melihat hal yang lebih luas, untuk keamanan
Pilpres ini. Baasyir sudah memenuhi syarat untuk bebas bersyarat karena sudah
menjalani dua pertiga masa hukumannya.
Dan pembebasan ini bisa meredam
sementara aksi terorisme menjelang Pilpres yang genting ini, supaya kita tetap
aman dan tidak takut untuk datang ke TPS karena ancaman bom bunuh diri.
Itu yang lebih penting daripada
sekedar bebasnya Baasyir yang sudah renta, sakit-sakitan karena usianya sudah
80 tahun..
Meski begitu, sebelum Baasyir
bebas, kepolisian sudah melakukan banyak hal seperti pemantauan dan penangkapan
banyak anggotanya menggunakan UU terorisme yang baru. Pak Tito memotong
"kaki-kaki" Baasyir sebelum membebaskan kepalanya. Jadi meski bebas
Baasyir juga tidak mampu berbuat banyak..."
Akhirnya yang hadir mengerti
bahwa di dalam perang, perlu banyak strategi yang dihasilkan dari sudut pandang
luas, bukan hanya main hantam yang berakibat medan perang jadi lebih luas.
Keputusan Jokowi memang tidak
semua bisa menerima, tetapi dari pengalaman yang kita rasakan sekarang, apa
yang dia lakukan ternyata menjadi hal baik bagi kita semua. Dia visioner,
melihat jauh ke depan..
Seruput dulu kopinya kawan.