![]() |
Siswi SD |
Dennysiregar.com, JAKARTA
"Mau ke mana?" Tanyaku
pada seorang teman.
"Ke sekolah anakku."
Jawabnya dengan nada kesal.
"Kenapa kamu marah?"
Tanyaku lagi heran melihat raut mukanya yang marah.
"Aku mau menghadap kepala
sekolahnya. Anakku pas UAS ini mau dipisahkan dari teman-teman sekolahnya,
disuruh ujian di ruang berbeda sendirian, karena aku belum bayar sekolahnya.
Mau kubilang ke Kepseknya, hei dengar ya, urusan bayar sekolah urusan saya bapaknya.
Urusan anak saya adalah belajar, bukan ngurusin bayaran!!"
Itu peristiwa sekian tahun lalu.
Dan percakapan itu muncul kembali
dalam memoriku ketika membaca berita seorang siswi di SD Bojonggede Bogor,
disuruh push up 100 kali (demmm) oleh Kepseknya karena orang tuanya belum bayar
SPP 10 bulan.
Ini jelas bentuk kekerasan.
Seorang anak - apalagi dia
seorang siswi - dipaksa push up 100 kali itu sungguh keterlaluan. Bagaimana
kalau dia kelelahan dan kemudian meninggal? Layakkah SPP 10 bulan itu mengganti
nyawanya?
Apa pun kisahnya, apa yang
dilakukan Kepsek SD di Bogor itu jelas kesalahan besar. Banyak cara yang bisa
dilakukan supaya ada jalan tengah, daripada mengorbankan psikis seorang siswi
yang akhirnya trauma dan tidak mau lagi ke sekolah untuk belajar.
Komisi Perlindungan Anak KPAI pun
marah besar mendengar berita ini. Bagaimana bisa seorang Kepsek yang jelas
berpendidikan menghukum siswinya dengan hukuman yang tidak mendidik?
Anak tugasnya belajar, bukan
mengurus bagaimana membayar sekolah tiap bulan dan segala macam pembayaran
lainnya. Sudah seharusnya ada larangan keras kepada seluruh Kepala Sekolah di
seluruh Indonesia oleh Dinas Pendidikan untuk menagih SPP ke anak didiknya.
Sekarang sudah zaman WhatsApp.
Bikin grup sekolah dengan orangtua untuk urusan pembayaran dan lain-lain.
Jangan menyiksa mental seorang anak didik dengan masalah selain pelajaran.
Apalagi membuat dia malu di depan teman-teman lainnya.
Anak adalah masa depan bangsa.
Sudah seharusnya mereka dijaga dari model-model trauma seperti bullyan baik
dalam bentuk kata apalagi tindakan seperti hukuman push up 100 kali yang tidak
bermoral itu.
Saya pun akan seperti teman saya,
jika anak saya di sekolah mendapat perlakuan seperti itu. Saya akan gertak
kepala sekolahnya, kasus ini akan saya bawa ke dinas pendidikan. Sayang, tidak
banyak orangtua seberani teman saya. Mereka biasanya diam, mungkin karena malu,
dan akhirnya anaknya lah yang menjadi korban..
Semoga kasus kekerasan ini
menjadi pelajaran bagi kita untuk menjaga anak dari semua kekerasan baik fisik
dan psikis karena itu akan sangat berpengaruh untuk perkembangan jiwa mereka ke
depan.
Seruput kopinya.