![]() |
Ahok, Jokowi, Kyai Ma'ruf |
Mantan Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama akrab disapa Ahok atau BTP resmi menjadi kader PDI
Perjuangan sejak 26 Januari 2019.
PDI Perjuangan merupakan partai
pengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Kiai Ma'ruf Amin dalam
Pilpres 2019.
Kiai Ma'ruf yang dipilih Jokowi
sebagai pendampingnya itu punya "masa lalu" dengan Ahok. Dalam
kapasitas sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia, Kiai Ma'ruf turut
menandatangani surat berkaitan Ahok dengan pernyataan Al Maidah 51 adalah
penodaan agama.
Sebagian pendukung Ahok menyebut
Kiai Ma'ruf bertanggung jawab atas dipenjaranya Ahok.
Di sisi lain Jokowi punya masa
lalu yang indah dengan Ahok, sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Keduanya bukan sekadar mitra kerja, lebih dari itu keduanya mempunyai ikatan
persahabatan yang erat.
Untuk mengetahui babak baru
"cinta segitiga" Jokowi di antara Kiai Ma'ruf dan Ahok, berikut ini
wawancara Tagar News dengan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati, Sabtu malam (9/2).
Ahok ke PDIP, menguntungkan atau
merugikan Jokowi dalam Pilpres 2019?
Saya pikir masuknya BTP ke PDIP
menguntungkan Jokowi karena pertama, merangkul kembali suara-suara yang kecewa
karena pemilihan MA sebagai ulama; kedua, memperkuat figuritas Jokowi sebagai
pemimpin pluralis dan juga nasionalis; ketiga, membantu Jokowi dalam menyusun
program-program teknis kampanye.
Kenapa Kiai Ma'ruf dan Ahok belum
bertemu?
Masih menunggu momentum politik
yang tepat karena kalau buru-buru nanti malah justru dianggap sebagai
pencitraan rekonsiliasi oleh kubu sebelah.
Bagaimana Anda melihat Ahok yang
sekarang?
Untuk menguji kadar perjuangan
politik BTP perlu dilihat konsistensinya sebagai kader PDIP selama sebelum dan
sesudah pemilu. Ini kan partai ke-4 BTP sesudah pindah sana sini. Memang di
awal masuknya ke PDIP, ada kesan kutu loncat dan pragmatis meski BTP jawab
diplomatis bahwa partai ini "segaris" dengannya.
Urusan privat Ahok juga ramai
dibahas media. Bagaimana publik sebaiknya melihat Ahok sebagai tokoh politik
dan Ahok sebagai pribadi?
Saya pikir publik perlu melihat
BTP yang sekarang, bukan BTP yang semasa masih jadi Gubernur DKI, Tersangka,
termasuk urusan perceraiannya. Karena itu semua akan menjadi over ekspektasi
terhadap BTP sehingga menimbulkan kekecewaan besar manakala BTP mengambil
langkah politik yang tak terduga.
Ada yang mengatakan kembalinya
Ahok ke politik bisa jadi justru merugikan Jokowi. Yang tadinya tidak suka Ahok
bisa kemudian tidak suka Jokowi. Bagaimana menurut Anda?
Konteks "merugikan" itu
terjadi karena beberapa orang atau kelompok tertentu masih mengaitkan kasus
penistaaan agama BTP sebelumnya. Ini tidak adil sebenarnya karena kasus itu
tutup buku dan BTP menjalani hukumannya.
Tagar.id