Saya punya banyak teman Caleg
dengan segala macam motivasinya..
Ada yang berkata ingin berjuang
untuk masyarakat. Ada yang bilang bahwa dia ingin berbakti di sisa usianya.
Bahkan ada yang berkoar bahwa daerah butuh dia karena membawa aspirasi banyak
orang.
Menariknya, dari sekian banyak
teman yang Nyaleg, terbanyak dari mereka ternyata karena faktor "aji
mumpung" dan "masalah ekonomi".
Darimana saya tahu ? Tentu dari
rekam jejaknya.
Bagi saya, tidak ada sesuatu yang
muncul tiba-tiba, begitu juga keinginan. Orang ketika memutuskan sesuatu tentu
bukan saja berdasarkan pertimbangan, tetapi seharusnya berdasarkan "apa
yang pernah dia lakukan". Dari situlah kita bisa melihat niat seseorang
bahkan kemungkinan keberhasilan.
Konsep "aji mumpung"
mungkin yang terbanyak yang saya temui. Teman-teman saya yang Nyaleg bahkan
tidak tahu bagaimana manajemen Nyaleg. Mereka newbie di bidang itu, tetapi
karena ada "peluang" yah berangkat.
Apa yang terjadi sesudahnya?
Banyak dari mereka ditipu oleh
"konsultan Caleg". Konsultan ini banyak muncul saat penCalegan dengan
sejuta ide tentang bagaimana cara memenangkan pertarungan. Tetapi ide dasarnya
tetap saja mengeruk uang si Caleg di depan. Mereka tidak penting si Caleg
menang atau tidak, yang penting si Konsultan ini dapat uang.
Akhirnya yang terjadi, teman
Caleg di kota sudah habis sekian puluh bahkan ratus juta hanya untuk bikin
acara-acara gak penting. Malah yang Caleg provinsi sudah habis miliaran rupiah
untuk bayar sana sini, sehingga nafasnya sudah habis padahal waktu pencoblosan
masih panjang. Mereka jual semua yang bisa dijual dengan harapan "jika
menang semua bisa dibayar".
Pencalegan jadi mirip kegiatan
Money Game. Yang dibangun mimpi-mimpi "seandainya aku jadi..". Mereka
bermimpi bahkan sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Motifnya "bagaimana
investasi gua balik lagi". Sedih memang, tapi itulah yang terjadi..
Yang kedua terbanyak adalah
karena faktor ekonomi..
Faktor ekonomi yang membelit
sebagian orang karena kegagalan dalam berusaha dan banyak hutang, membuat
beberapa teman Nyaleg karena menurut mereka "modalnya rendah". Cukup
beli kaos, stiker dan remeh temeh lainnya, maka kemungkinan menang besar.
Pada akhirnya di perjalanan,
mereka frustasi karena Nyaleg ternyata investasi tinggi. Bukannya membayar
hutang, mereka malah berhutang lebih besar lagi dengan seribu janji. Dan
akhirnya, karena tidak sanggup lagi, seperti Caleg Gerindra itu, langsung
gantung diri.
Saya teringat dulu perkataan
seorang teman yang "sudah selesai dengan dirinya".
"Legislatif itu adalah wakil
rakyat. Karena suara rakyat adalah suara Tuhan, jadi wakil rakyat adalah wakil
Tuhan. Dan ketika kita berada pada posisi itu, maka kita berada pada
persimpangan dua jalan, yaitu jalan langsung ke surga dan jalan langsung ke neraka.."
Dia menghirup kopinya, diam
sejenak dan berkata..
"Banyak orang melihat bahwa
menjadi wakil Tuhan itu sebagai kesempatan, sebagai peluang. Padahal itu amanah
yang sangat besar. Akhirnya ketika mereka jadi, mereka isi dirinya dengan
materi. Mereka lupa apa tujuan hidupnya dan perlahan mengubah dirinya jadi
binatang.."
Perkataannya terus mengiang di
benak sampai kini, bahkan saat beberapa partai menawarkan diri menyediakan
tempat untuk "berbakti".
Ah, mungkin aku memang hanya
pantas menulis sambil seruput secangkir kopi.