![]() |
Prabowo Subianto |
Saya jadi ingat era dimana
terjadi peralihan dari mesin tik ke era komputerisasi.
Pada waktu itu, banyak sekali
orang yang gagap dan gagal beradaptasi. Orang-orang ini terbiasa dengan semua
yang bersifat manual dan menolak sistem otomatisasi. Apa alasannya ? Ternyata
hanya karena malas belajar.
Mereka tetap bertahan dengan
kenyamanan dirinya mengetik memakai mesin tik. Mereka mengeluh dan beretorika
terhadap kejayaan masa lalu dan ingin kembali ke masa itu.
Pada perjalanannya, orang-orang
seperti ini akhirnya terbuang. Kehilangan pekerjaan dan tetap tenggelam dalam
nostalgia sampai akhir hayatnya. Dunia berubah dan mereka tidak siap
menghadapinya.
Mungkin mereka tambah menggerutu
ketika melihat saya bahkan sudah tidak lagi menggunakan komputer, tetapi
mengetik hanya melalui telepon mobile. Saya bisa menulis dimana saja, di WC, di
meja makan, bahkan ketika sedang belajar bertahan beberapa menit dengan kepala
dibawah ala kampret dan kaki split diatas mengangkang.
"Tidak ada yang abadi
kecuali perubahan itu sendiri.." begitu kata seorang teman.
Seperti dejavu, situasi yang sama
saya alami ketika menonton debat Capres di minggu malam.
Prabowo masuk arena dengan jas
biru tua sewarna dengam celana, lengkap dengan dasi merah. Saya jujur merasa
melihat "orang lama", pejabat di era 80an yang tampil dengan jas
sebagai kepatutan di depan banyak orang.
Sedangkan di sekelilingnya mereka
berbatik ria, bahkan Jokowi tampil hanya dengan kemeja putih lengan digulung
dan sneakers hitam.
Prabowo tampil bak produk yang
sudah lama ditinggalkan. Dulu, sebuah barang akan terlihat berharga jika
bentuknya besar, gagah dan memenuhi ruangan. Tapi zaman sekarang, semakin tipis
malah semakin mahal. Beda era.
Dan saya kira, itu hanya dandanan
saja. Tapi ternyata pengetahuan Prabowo tidak update juga. Terbukti ketika
Jokowi mengajaknya bicara tentang teknologi masa depan, Prabowo langsung gagap
gak keruan.
Puncaknya ketika ia bertanya
balik pada Jokowi tentang istilah Unicorn yang asing di telinganya. "Yang
onlen onlen itu ya?" Wajahnya penuh keraguan, "Gua harus ngomong apa
ya?" Dan kembali beretorika muter-muter gak jelas kemana arahnya.
Anak saya yang masuk generasi
milenial, jelas ketawa ngakak di depan televisi. "Masak nanyanya yang
onlen onlen gitu sih, pa?" Tanyanya ditengah tenggelamnya suara karena
cekikikan. Sayapun senyum kecut, "Untung gua gak milih Prabowo.."
bisa dianggap jadoel ma anak gua.
Prabowo terlihat tidak belajar
tentang perkembangan teknologi sekarang. Mungkin karena usia sehingga merasa
tahu semua.
Baginya, Unicorn itu kuda putih
bertanduk. Betul sih, tapi itukan jaman cerita HC Anderse.
Sekarang Unicorn itu istilah investasi di bidang online.
Prabowo tampak seperti mesin tik
di era digitalisasi. Ia berusaha tampil percaya diri, tapi sejujurnya ia
sendiri merasa tidak siap menghadapi era ini. Tergilas oleh perkembangan
teknologi dan sudah seharusnya mengistirahatkan diri.
Mungkin jika dia ditanya,
"Kenal dengan Jack Ma?" Dia bisa saja menjawab, "Engga.
Tetangga baru kita ? Moga-moga gak resek kayak tetangga lama.."
Ah, seharusnya Prabowo siap
menjadi bagian dari sejarah saja. Sekarang sudah bukan dia waktunya. Mungkin
enak duduk2 santai di teras rumah seluas 12 hektar, dengan seratusan kuda,
sambil seruput kopi menikmati sisa dunia.
Urusan negara dengan segala
problemanya, biar Jokowi saja.