![]() |
Hizbut Tahrir |
Bahayanya Hizbut
Tahrir adalah ketika mereka melakukan penyusupan ke militer. Jejak Hizbut
Tahrir di seluruh dunia, selalu berujung pemberontakan militer.
Tahun 1974,
kelompok bernama Shabab Muhammad menyerang sekolah militer di Kairo Mesir,
untuk melakukan kudeta dan usaha membunuh Anwar Sadat, Presiden Mesir kala itu.
Para pelaku mengumumkan berdirinya negara Islam dibawah kepemimpinan Hizbut
Tahrir. Kudeta itu gagal dan semua pelakunya dihukum mati.
Di Bangladesh
Pakistan, tahun 2012, Hizbut Tahrir melakukan percobaan kudeta yang juga gagal
melibatkan purnawirawan dan perwira militer aktif.
Di Yordania,
mereka juga melakukan penyusupan di militer dan melakukan kudeta yang gagal
tahun 1969. Begitu juga yang terjadi di Irak dan Suriah, tahun 1972 dan 1976.
Kenapa militer? Karena mereka mempunyai akses senjata yang menjadi syarat utama untuk
melakukan kudeta.
Pembiaran
kelompok Hizbut Tahrir di Indonesia, selama 10 tahun SBY berkuasa,
memungkinkan kader mereka untuk menyusup ke tubuh militer melalui berbagai
cara, salah satunya dengan berbaju "ulama". Dari sana, Hizbut Tahrir
memetakan siapa-siapa saja pejabat tinggi yang memungkinkan untuk diperdaya.
Hizbut
Tahrir ini unik. Mereka mampu membangun ormas-ormas agama dengan nama berbeda,
untuk kemudian digabungkan menjadi satu ketika saatnya diperlukan. Melalui
ormas-ormas agama ini Hizbut Tahrir memegang jaringan "umat".
Dengan modal
jaringan "umat", Hizbut Tahrir ,kemudian melakukan pendekatan kepada
oknum pejabat militer yang dijanjikan akan menjadi penguasa kelak. Ketika
mereka kudeta nanti, akan ada legitimasi bahwa militer didukung oleh umat atau
masyarakat. Cantik, kan ?
Dan satu
unsur lagi pemegang modal, yaitu mafia atau pengusaha hitam yang akan memegang
proyek jika mereka berkuasa. Kudeta adalah investasi, sehingga harus ada
potensi balik modalnya.
Politikus
ambisius hanyalah pion bagi mereka. Bisa disingkirkan kemudian.
Dari
pola-pola seperti ini, kita bisa melihat betapa berbahayanya Hizbut Tahrir
dengan gerakan senyap mereka. Berbeda dengan ormas radikal lainnya yang
mengandalkan otot, HTI itu adalah otak.
Itulah ketika
Jokowi membubarkan mereka di tahun 2017, HTI meradang. Mereka pernah ingin
melaksanakan kudeta kecil melalui gerakan besar, tetapi geraknya ketahuan dan
gagal.
Dan sebagai
gerakan selanjutnya, mereka ingin memainkannya secara konstitusional, yaitu
melalui Pemilu. Untuk ikut dalam Pemilu, mereka harus masuk di barisan koalisi
partai peserta. Dan disanalah mereka membangun agenda selanjutnya.
Seram, kan?
Itulah kenapa
Pilpres 2019 ini bukan sekedar Pilpres biasa, tetapi perang ideologi antara
Pancasila versus Khilafah.
Rapatkan
barisan. Kita seruput kopi bersama.