![]() |
Demo Rusuh |
Membaca
laporan utama Tempo tentang temuan-temuan dilapangan saat demo 22 Mei, sungguh
mengerikan..
Tempo dengan
detail menjabarkan bagaimana peran eks Danjen Kopassus, Soenarko, merancang
kerusuhan dengan metode "bunuh senyap". Sudah ada dua eksekutor yang
terdeteksi, dan mereka sekarang sedang dikejar polisi.
Rencana
Soenarko dengan memanfaatkan sniper untuk membunuh beberapa orang supaya demo
semakin rusuh, rupanya hanya Plan A. Meski Soenarko ditangkap, Plan B tetap
berjalan.
Kuncinya,
harus ada korban jiwa.
Dan
bergelimpanganlah nyawa 8 orang dari pihak pendemo terkena tembakan peluru
tajam. Siapa yang melakukan itu, sedangkan Soenarko sudah ditangkap?
Hermawan
Sulistyo, Profesor LIPI, menemukan bukti yang mencurigakan dari 8 korban yang
meninggal itu. "Semua tembakan single bullet, atau mati dengan satu peluru
saja..."
Bayangkan,
ketika mereka sedang asik-asik demo, tiba2 dari belakang ada yang menempelkan
pistol di leher mereka belakang telinga dan "dor !" satu tembakan
langsung ditempat mematikan. Mereka dieksekusi jarak dekat. Bajingan !
Dari jenis
pelurunya, diduga pistol yang menembak jenis Glock, pistol yang sering dipakai
para Jenderal.
Dan
menariknya lagi, kata Hermawan, pihak Rumah Sakit ketika dibawakan korban
meninggal asal main terima saja. Tidak bertanya dengan curiga kepada pembawa
mayatnya.
Sesudah ada
korban mati, Plan C pun dilaksanakan. Ratusan selongsong peluru disebarkan
dijalan dan difoto oleh banyak orang dengan narasi di media sosial, "Lihat
peluru tajam polisi !"
Anehnya,
selongsong itu dibawa dengan kantong kresek plastik. Jelas ada yang ingin
melakukan propaganda bahwa polisi memang menggunakan senjata tajam.
Sebelum demo
22 Mei, polisi sendiri sudah membekuk puluhan teroris yang siap meledakkan diri
di tengah para pendemo yang dibayar 300 ribu sampai 500 ribuan. Bayangkan jika
polisi tidak bertindak cepat, ada berapa ratus korban jiwa di tengah aksi
karena ledakan bom bunuh diri dimana-mana?
Aksi 22 Mei
ternyata tidak sesederhana situasi yang terlihat di lapangan. Begitu banyak pergerakan
berbahaya sebelum hari H yang semua akan berujung pada kepanikan dan kerusuhan.
Apa tujuannya
situasi panik dan rusuh itu?
Tentu
menjadikan Indonesia seperti tragedi 1998. Korban jiwa ratusan, api menyala
dimana-mana, perkosaan terhadap etnis Tionghoa kembali berlangsung dan
berdampak pada larinya sebagian orang keluar negeri. Ekonomi kolaps dan Jokowi
akan dipaksa mundur dari jabatan.
Jika itu
terjadi, diharapkan institusi militer terbelah dan situasi negara dianggap
darurat sehingga kekuasaan diambil alih. Dahsyat....
Situasi ini
melengkapi teori saya sebelumnya, bahwa ada 4 unsur kekuatan yang sudah lama
dibangun untuk membuat rusuh Indonesia.
Yang pertama
kekuatan umat, yang dibangun melalui ormas-ormas radikal. Dan kedua kekuatan di
dalam militer melalui oknum, sebagai pengambil alih kekuasaan. Ketiga, kekuatan
politik sebagai partner melalui partai dan politikus. Dan keempat kekuatan
dana, melalui pengusaha hitam yang sedang was-was uang mereka diluar negeri
disita negara.
Ulama palsu,
oknum militer, politikus busuk dan pengusaha jahat bergabung menjadi satu untuk
melakukan kudeta besar.
Para ormas
radikal dengan membawa nama "umat" ini dibangun oleh Hizbut Thahrir
sebagai bagian dari melegitimasi kekuasaan yang diambil secara tidak sah oleh kekuatan
lainnya..
Jadi paham
kan, kenapa sebagian dalangnya pada lari ke Saudi sebelum aksi?
Alhamdulillah,
Indonesia masih kuat menahan gempuran itu. Kita harus berterimakasih pada
kepolisian termasuk Densus 88, aparat militer yang masih cinta NKRI, para
intelijen yang memasok informasi dan rekan-rekan silent majority yang siap
turun ke lapangan jika situasi menjadi tidak aman.
Dan kita
wajib berterimakasih pada Tuhan yang Maha Esa atas berkatNya dalam melindungi
negara tercinta..
Seruput
kopinya.