![]() |
Rapat Pleno |
DennySiregar.id - ”Lidah tidak bertulang. Belum
kering liur di bibir. Masih tergores nyata dalam ingatan. Tersusun rapih dalam
jejak digital.
Kini mereka
berlomba. Saling sikut. Bekejaran agar dirangkul kekuasaan yang dulu mereka
sebut planga plongo, PKI, antek aseng dan asing, anti Islam! "Politik
hanya permainan. Senda gurau belaka.." Kata mereka meyakinkan.
Sementara
rakyat masih terbelah karena semburan kebohongan lidah digital. Mereka
manipulasi makna 'rekonsiliasi' dengan 'jadi menteri'. Politik pengap. Berdebu.
Beracun."
Tidak sengaja
saya membaca coretan Raja Juli Antoni, Sekjen Partai
Solidaritas Indonesia di IGnya yang berbau keresahan. Ia ada di
dalam lingkaran kekuasaan, menjadi saksi mata bagaimana politik bisa begitu
bangsatnya. Mungkin jika saya ada disana, saya bisa muntah berhari-hari,
melihat banyak orang dengan entengnya menjilat ludahnya kembali.
Masih segar
dalam ingatan kita bagaimana para politisi partai Demokrat seperti Ferdinan
Hutahaean mengejek-ejek Jokowi dalam twitnya. Bagaimana Andi Arief menyebut
koalisi Jokowi sebagai faksi setan. Dan si Rocky Gerung menyebut boneka dan
dungu dengan tanpa perasaan.
Dan partai
itu juga yang sekarang merapat dan merengek kekuasaan. Meminta jatah menteri
sebagai rekonsiliasi yang mereka artikan pembagian kekuasaan. Dan kader-kader
partai itu yang dulu mencaci maki Jokowi, sekarang mencaci teman-teman mereka
yang dulu satu koalisi.
Bagaimana
dengan AHY sang pangeran?
Sama saja. Ia
diam dan membiarkan kadernya dengan seenaknya menyemburkan ludahnya selama
berbulan-bulan. Tidak pernah ada sedikitpun larangan darinya, bahkan saat
kebohongan Ratna Sarumpaet disebar oleh anggotanya. Senyap. Dan baru tampak
dirinya keluar saat Jokowi dipastikan menang. Ia mencoba menawarkan diri,
"bagaimana jika saya jadi Menteri ?"
Belum lagi
PAN. Perlukah kita bongkar jejak Amien Rais tokoh sentralnya yang bahkan
menyebut Jokowi sebagai "Presiden bebek lumpuh" tanpa ada rasa malu ?
Dan sekarang
PAN mencoba merapat pada kekuasaan, berharap dapat kursi Menteri lagi seperti
periode lalu, dimana ditengah perjalanan mereka berbalik melakukan
penghianatan.
"Politik
itu hanya senda gurau belaka.." Mereka ketawa.
Padahal,
rakyat terbelah. Saling mencaci karena tajamnya perbedaan. Sebagian pendukung
mereka masuk penjara karena didorong kebencian. Belum lagi ada yang mati karena
tidak menerima kekalahan. Dan para elitnya hanya tertawa menganggap bahwa
politik itu hanya permainan.
Bangsat
memang.
Tapi entah
kenapa saya tidak kaget. Rasa malu karena berbalik arah sudah pasti tidak ada.
Bagaimana mungkin mereka punya rasa malu pada dunia, jika mereka tidak punya
rasa malu saat menyeret-nyeret Tuhan dalam syahwat politiknya ??
Raja Juli
Antoni baru sekarang menemukan realita politik negeri ini yang telanjang dan
bentuk tubuhnya ternyata tidak karuan.
Tetapi mau
bagaimana lagi? Dalam sistem demokrasi di Indonesia, lebih baik punya kawan
daripada punya lawan. Karena jika lawan terlalu banyak, mereka pasti akan
menjegal banyak kebijakan. Dan akibatnya bisa fatal, banyak program tidak
berjalan.
Saya tidak
akan sekuat Raja Juli Antoni berada di dalam. Lebih enak seruput kopi di warung
kopi bersama tukang becak, supir angkot dan para pengangguran. Setidaknya, dari
mereka saya belajar bertahan hidup supaya tidak berubah menjadi binatang.