![]() |
Jokowi, SBY, Prabowo |
Yang harus dipertanyakan adalah
kenapa Jokowi baru menerima SBY sesudah melewati pilgub DKI putaran pertama
yang tekanannya mengharu biru?
Jokowi bukannya tidak paham bahwa
pilgub DKI adalah bagian dari strategi menguasai Jakarta untuk pilpres 2019.
Dan kemenangan Gubernur Jakarta adalah kunci utama untuk bisa memenangkan
pilpres nantinya.
Jokowi tidak bisa sebebas Prabowo
yang bisa mengatakan, "Menangnya Anies di DKI adalah kemenangan Prabowo
menjadi Presiden..". Jokowi terikat dengan jabatan bahwa ia seorang
Presiden yang mengayomi semua anak bangsa. Masalahnya jika ia tidak bisa menguasai
medan perang, situasi bisa berbalik menghantam dirinya.
Kebayang jika Anies yang menjadi
Gubernur DKI, maka program-program yang sedang berjalan bisa disandera dan dijadikan
kendaraan kampanye bagi Prabowo. Begitu juga komunikasi antara pusat dan DKI
akan deadlock, karena menjadi "tahanan politik" supaya ada tawar
menawar kekuasaan.
Dan itu akan merepotkan pekerjaan
karena jadi lebih banyak bicara politiknya daripada kerjanya. Karena itu, Jokowi harus juga
bergerak untuk mengamankan situasinya. Cara yang paling aman baginya adalah
mendekati rival besar Prabowo, yaitu SBY.
Dan kunci waktunya tepat untuk
bertemu dengan SBY. SBY butuh pegangan sesudah Agus kalah dalam pertarungan.
Ada sekitar 17 persen suara Agus yang diperebutkan oleh Ahok dan Anies. Dan ini
harus jelas ada dimana. Sebagian relawan ada di Anies dan sebagian ke Ahok.
Pertemuan dengan SBY sudah
menegaskan akan kemana suara Agus nantinya. Ini seperti penyerahan pasukan
kepada barisan dengan potensi kemenangan lebih besar.
Dan Jokowi memainkan perannya sebagai
kepala negara. Strategi yang halus dan pintar. Ia tidak terlihat mendukung
Ahok, tetapi ia merangkul musuh dari musuh Ahok.
Harus dipahami bahwa Jokowi dan
Ahok sejak awalnya adalah satu paket. Program-program pusat di Jakarta akan lebih
mudah terealisasi jika Ahok menjadi Gubernur DKI. Bahasa mereka berdua sudah
sama.
Lalu apa penawaran SBY kepada
Jokowi jika ia harus menyerahkan suara pemilih Agus kepada Ahok? Pasti banyak, karena kita tahu
bahwa sang mantan tidak mau bertemu seperti itu jika tidak ada maksudnya. Tapi
kita juga tahu bahwa Jokowi adalah seorang yang keras kepala. Ia tidak mudah
ditundukkan oleh siapapun, termasuk orang-orang partainya sendiri.
Ibaratnya Jokowi berkata begini,
"Kalau mau ke sini ya sini aja. Tapi ga usah banyak syarat, gua sekarang
yang pegang senjata". Memang beda politik di tangan
pakde ini. Saya pernah ngomong kepada seorang teman, "Sesudah bertahun-tahun kita dihidangkan politik kotor, baru sekarang kita tahu artinya politik
berkelas".
Seperti secangkir kopi. Ia tidak
perlu memaniskan rasanya supaya diterima lidah. Ia tetap pahit seperti
sejatinya dirinya. Lidah yang mencecaplah yang harus menambahkan sedikit gula
supaya ia bisa menerima.
Dan Jokowi adalah secangkir kopi
yang pahit rasanya... terutama bagi lawan-lawan politiknya..