![]() |
Ridwan Kamil |
Ketika Ridwan Kamil didukung
Nasdem secara terbuka, saya sudah yakin kalau ia akan diserang. Ridwan Kamil
bisa dibilang -maaf- terlalu naif. Ia berharap mendapat dukungan dari kedua
belah pihak yang sedang berseteru keras. Dalam hal ini saya sedang mencoba
membagi kedua kubu dalam dua barisan, yaitu barisan garis keras dan barisan
nasionalis.
Kedua kubu ini sudah bertempur di
pilpres 2014, di Pilgub DKI, dan nanti di Pilgub Jabar, yang kemudian endingnya
adalah pertarungan keras di Pilpres 2019. Mereka tidak mungkin bersatu dalam
waktu dekat ini.
Kalau melihat postingan di page
Kang Emil, bisa terbaca pendukungnya banyak dari barisan garis keras dari
komen-komennya. Mereka sangat mendukung ketika kang Emil berkunjung ke Buya
Yahya ulama dari Cirebon pendukung aksi 212. Mereka semangat ketika kang Emil
mendukung "politik" shalat Subuh berjamaah di Bandung.
Dan sekarang, mereka berbalik
arah ketika kang Emil didukung Nasdem. Nasdem -dalam perspektif barisan garis
keras- adalah musuh besar mereka. Itu karena Nasdem adalah pendukung Jokowi dan
Ahok. Lihat saja aksi mereka ketika mengusir reporter Metro TV di aksi 212,
televisinya Surya Paloh ketua umum Nasdem.
Itulah kenapa saya tidak yakin
jika di Pilgub Jabar ini, Ridwan Kamil akan berpasangan dengan Kang Dedi
Mulyadi.
Kenapa begitu?
Kalau melihat track record kang
Emil saat menjadi Walikota Bandung, ia didukung oleh Gerindra dan PKS. Bahkan
wakil walikotanya kader PKS. Dan untuk Jabar, PKS hanya mempunyai satu calon,
yaitu Netty Heryawan, istri Aher.
Menaikkan Netty sebagai Cagub,
jelas resiko besar bagi PKS, karena ia perempuan. PKS akan dituding menjilat
ludahnya sendiri terhadap masalah kepemimpinan wanita.
Nah, strategi yang bagus bagi PKS
adalah menaikkan seseorang sebagai Cagub dengan Netty sebagai Cawagubnya. Siapa
pilihan yang tepat bagi PKS? Tentu Ridwan Kamil.
Kebetulan PKS juga berteman baik
dengan Gerindra, dan Prabowo juga belum punya calon kuat di Jabar. Siapa yang
memungkinkan untuk dicalonkan Prabowo? Tentu Ridwan Kamil.
Gubernur Ridwan Kamil dan Wagub
Netty, persis komposisi Walikota dan Wakil di Bandung. Dan saya masih belum
yakin kalau kang Emil kuat untuk menolak tawaran menarik dari koalisi Gerindra-PKS.
Apa sebabnya?
Karena dengan koalisi Gerindra-PKS
yang berjumlah 22 kursi, membuat mereka sudah memenuhi syarat untuk memilih
Cagub dari syarat KPUD minimal 20 kursi.
Kalau didukung Nasdem, kang Emil
bisa apa? Wong Nasdem cuman punya 5 kursi doang di Jabar.
"Lah terus kenapa kok kang
Emil gembira didukung Nasdem?".
Kang Emil itu sedang cari
perhatian PDIP sebenarnya, yang sudah mempunyai 20 kursi sehingga bisa memilih
sendiri. Ia berharap Nasdem bisa merayu PDIP, atau setidaknya dengan berita ia
didukung Nasdem, PDIP meliriknya.
Tapi tau sendiri PDIP, keputusan
mereka -terutama bu Mega- baru muncul disaat terakhir. Yah deg-degan lah kang
Emil. "Gak pasti, nih..."
Karena itu, ada kemungkinan besar
ia melompat ke koalisi Gerindra-PKS yang lebih menjanjikan karena PDIP PHP
mulu. Dipegang-pegang doang, tapi gak dipakai-pakai.. begitu analogi penganten
barunya..
Disinilah kebimbangan besar
seorang Ridwan Kamil. Karena itu ia sangat intensif mengangkat namanya di media
sosial dengan "membentuk tim pemenangan" di beberapa daerah dan
melalui dukungan Nasdem. "Ayo, PDIP... Beli dong guaaaa.. Mumpung lagi
Sale".
Pertanyaannya, maukah kang Emil
kehilangan pendukung dari barisan garis keras yang sekarang sangat memujanya??
Yang bisa menjawab, "Ayo
sana, ambil sepedanya.."
Seruput dulu, ah.. meski dah
malem..