![]() |
Catur |
"Kenapa Jokowi seperti
membiarkan demo massa seperti itu ya?". Seorang teman bertanya. Ini yang
menarik kalau membahas strategi yang dimainkan pemerintah.
Aksi massa yang berturut-turut
seperti itu, ibarat gelombang air besar. Jika jalannya air ditutup, yang
terjadi adalah ledakan besar yang memecahkan tanggul.
Karena itu, aparat seperti
membangun sebuah pipa air besar supaya gelombang air itu tersalurkan. Keran
terus dibuka tetapi pipa dikendalikan dan diarahkan ke tempat aman.
Dengan dibuatnya saluran tadi,
tidak ada alasan bagi pendemo untuk menyerang Jokowi dengan tudingan sebagai
rezim yang otoriter dan "penyumbat suara rakyat."
Beda dengan zaman Soeharto yang
maen hantam, sehingga menimbulkan gelombang berikutnya. Soeharto dulu berhasil
dengan cara itu, karena belum ada saluran informasi seperti media dan media
sosial. Dulu semua media dikendalikan oleh rezimnya.
Panglima yang bertanggung-jawab
untuk mengendalikan pipa saluran itu adalah Kapolri Tito Karnavian.
Ketika pak Tito sudah
mengendalikan pipa saluran, tugas selanjutnya ada di Menkopolhukam Wiranto.
Wiranto bertugas untuk bertemu
dengan para pentolan demo. Sesudah pak Tito menangkap beberapa pentolan dengan
tudingan makar (yang akhirnya dilepaskan), para pentolan demo lain yang
mengatas-namakan GPNF-MUI kemudian menghadap Wiranto.
Dalam pembicaraan dengan mereka,
selain bernegosiasi, Wiranto juga memberikan tekanan-tekanan berdasarkan
bukti-bukti yang memberatkan mereka. Beberapa pentolan tidak bisa mengelak
ketika bukti-bukti itu disodorkan. Ada yang chat seks dan ada yang masalah dana
sumbangan.
Wiranto menyandera mereka. Itulah
kenapa gerakan yang tadi siang -aksi 313- sudah tidak bernama GNPF MUI, tetapi
berubah menjadi FUI.
Yang menarik sebenarnya, adalah
pelepasan para pentolan itu - yang seharusnya sudah ditangkap sejak kemarin.
Kenapa dilepas? Mereka harus
tetap berada di barisan lawan untuk memantau dan memberikan informasi kepada
pak Tito, siapa-siapa saja yang ingin makar dengan kekerasan pada demo selanjutnya
dan siapa penyandang dananya.
Dan kita melihat ada si Gatot
Saptono alias Al Khotot ditangkap bersama beberapa orang lainnya sebagai
tersangka makar. Juga dipanggilnya Tommy Soeharto sebagai saksi berdasarkan
bukti yang sudah dikumpulkan.
Inilah permainan strategi yang
ciamik dalam meredam aksi besar supaya tidak menjadi "kendaraan"
untuk membuat kerusuhan. Pak Tito dan Wiranto adalah ahli strategi yang
dipasangkan untuk mengawal semua aksi yang berpotensi mengganggu stabilitas
keamanan.
Sedangkan Jokowi fokus mengejar
target pembangunan infrastruktur yang sudah direncanakan. Kalau maen catur, memang Jokowi
masih jagonya. Satu raja sudah menyerah karena terancam skak mat, dan sekarang
ia beralih ke papan catur lainnya. Jokowi mampu menempatkan bidak-bidaknya
dengan tepat sehingga lawan menyangka mereka bisa memaksanya, tapi sesungguhnya
mereka masuk jebakan yang sudah disiapkan..
Nah ,pertanyaan pentingnya..
Siapa pentolan yang dilepas kembali dan disusupkan sehingga bisa memberikan
informasi-informasi yang tepat kepada aparat?
Yang bisa jawab, sana ambil
voucher Hotel Kempinski-nya. Lumayan, semalam 5 juta rupiah. Tapi di dalam sudah ada yang
menunggu, "abang gantengg.. mau dong cd bekasnya.." Brewoknya itu loh
yang gak nahannn.. awwww.. Seruput sambil deg-deg an.