![]() |
Buya Syafii dan Denny Siregar |
"Kemana Muhammadiyah?".
Pertanyaan ini sering mampir ke saya ketika berbicara
tentang situasi yang terjadi di negeri ini. Saya biasanya terdiam dan terkadang
saya menjawab sekedarnya saja, "sedang sakit.."
Sayapun punya pertanyaan yang sama tentang Muhammadiyah.
Sepak terjang salah satu organisasi Islam besar di Indonesia ini, terlihat
tidak menggembirakan pada situasi belakangan ini.
Bahkan terakhir, ketika NU dan belasan ormas Islam di
Indonesia menyatakan dukungan pada pemerintah terhadap dikeluarkannya Perppu
pembubaran ormas radikal, Muhammadiyah tidak ada di dalamnya..
Pada masa jatuhnya kepercayaan saya pada organisasi Islam
ini, tiba-tiba satu pesan masuk ke telepon saya. Ia mengenalkan dirinya sebagai
"Syafii Maarif".
Saya bilang, "Yang saya tahu Syafii Maarif itu adalah
Buya Syafii..". Dan ia menjawab, "Itu saya.."
Betapa girangnya saya ketika disapa salah satu idola saya,
tokoh besar yang berasal dari Muhammadiyah.
Perkenalan saya pada Buya Syafii adalah ketika saya mengutip
tulisan beliau yang berbicara tafsir surat AlBaqarah 62 yang dikutip dari
pandangan ulama besar Buya Hamka, tentang betapa Alquran sendiri mengajarkan
bahwa semua agama mempunyai hak yang sama untuk hidup dan mendapatkan pahala.
Saya pun mengatur janji bertemu dengan beliau..
Ketika tiba waktunya dan saya sudah berada dihadapannya,
entah kenapa saya jadi kikuk sendiri. Situasi yang jarang terjadi. Saya menjadi
orang kecil dihadapan salah seorang pelaku sejarah di negeri ini.
Usianya yang sudah mencapai 82 tahun, tidak membuatnya
melemah. Semangatnya mengalahkan ringkih tubuhnya. Ia berbicara terang dan
jelas tentang situasi negeri ini, tentang organisasi Muhammadiyah yang
dicintainya dan tentang masa depan bangsa ini.
Bahkan pada seusianya, ia bertahan dari caci maki
rekan-rekannya dulu ketika ia berdiri sendiri membela Ahok. Sungguh ketahanan
diri yang luar biasa, yang membuat malu saya yang jauh lebih muda dari
dirinya..
"Saya tidak rela negeri ini dikuasai sumbu
pendek.." Cetusnya menggunakan istilah yang sering saya pakai dalam
tulisan. Dan untuk itu, ia mengabdikan dirinya sampai hayat untuk berjuang demi
keutuhan negeri ini.
Buya Syafii Maarif adalah seseorang yang sudah selesai
dengan dirinya. Kesederhanaan hidupnya menjadi contoh banyak orang, dan
dengan bangga sayapun menghadiahi beliau buku terbaru saya "Bukan Manusia
Angka". Ya, beliau bukan manusia yang terjebak semua hal yang berdasar
kesepakatan manusia.
Sayang, waktunya sebentar sekali untuk mengenal dirinya.
Semoga satu saat waktu dan usia beliau panjang supaya saya bisa selalu belajar
darinya.
Sehat selalu, Buya.. Sehat terus, Bapakku.. Inspirasiku. Secangkir kopi malam ini kupersembahkan khusus untukmu..