![]() |
Denny Siregar |
Dari atas pesawat saya melihat
begitu indahnya danau Sentani. Entah kenapa timbul rasa hormat saya kepada
tanah Papua. Alamnya begitu bersahaja, jauh dari gemerlap lampu kota seperti
Jakarta. Hamparan bukit hijau seperti mendominasi dan mengucapkan selamat
datang kepada para tamunya.
Setelah check in di hotel, kami sepakat
untuk meninjau salah satu pembangkit listrik yang baru dibangun di Holtekamp,
distrik muaratami, Jayapura.
Perjalanan kesana kurang lebih
satu jam, dengan pemandangan pantai hitam. Karena terasa nyaman, kantukpun
datang. Mungkin juga kecapean, karena kami dapat pesawat yang harus mampir2
dulu di Makassar dan Biak sebelum sampai di tujuan.
Di tengah perjalanan, kami di
hentikan sekelompok anak muda. Penasaran kubuka jendela mobil dan bertanya,
"ada apa ?". Salah satu dari mereka menjawab, "tiket masuk 20
ribu..".
Owh, ternyata ada pungutan dari
pemuda setempat karena Holtekamp adalah daerah wisata pantai. Sayang memang,
daerah wisata ini tidak dikelola dengan baik meski pantainya indah sehingga
pendapatan warga hanya dari pungutan tiket masuk saja.
Okelah, kami membayar 20 ribu
rupiah dan meneruskan perjalanan. Dan tidak lama sampai di pembangkit listrik
yang baru diresmikan oleh pakde Jokowi itu.
Sebagai catatan, pembangkit
listrik di Holtekamp ini rencananya sudah sejak 2008. Tapi tidak pernah terbangun
dengan sempurna, karena banyak masalah, mulai dari pembebasan lahan sampai
tsunami di 2011.
Baru pada era Jokowi inilah
pembangunan di kebut. Holtekamp yang dulunya disiapkan sebagai pembangkit
listrik tenaga uap PLTU dirubah menjadi PLTMG, pembangkit tenaga mesin diesel
dan gas.
Perubahan konsep dari awal ini
karena kesalahan rencana sebelumnya. PLTU membutuhkan banyak batubara sebagai
penggeraknya, sedangkan Papua bukan daerah penghasil batubara. "Papua
sudah tidak boleh dibangun PLTU lagi, pasokan batubaranya susah. Nanti harga
listriknya gak turun-turun. Pakai gas saja.." begitu kata pak Jonan.
Ow, pantas saja listrik di Papua
masih byar pet karena masih sulit memasok batubara kesana, selain ongkos
distribusinya juga mahal. Kayaknya ada yang gigit jari ketika pemerintah
merubah PLTU menjadi PLTMG, yaitu perusahaan pemasok batubara dan pemain
transportasi. "Pak Jonan kurang ajarrrr.." begitu mungkin kegeraman
mereka.
3 tahun Jokowi memimpin, PLTMG
Holtekamp diresmikan. Semua proses administrasi yang kemaren2 begitu rumit
sampai harus membutuhkan waktu 6 tahun dalam tahapan rencana dan janji
"sebentar lagi akan dimulai", selesai sudah. Gak pake lama. Asyik
melihat PLTMG Holtekamp ini.
Gagahnya pembangkit listrik yang
berdiri, bersanding kontras dengan indahnya pemandangan pantai. Cuman udaranya
panas dan anginnya kencang sekali. Bahaya, bisa masuk angin dan kentut mulu di
hotel nanti.. Semoga tidak dibebani charge tambahan sama pihak hotel, karena
dianggap "mengganggu pendengaran dan penciuman" tamu hotel lainnya.
Saya sendiri heran, kenapa dulu
Soeharto lebih senang menggebuk Papua daripada membangunnya? Karena di gebuk
terus itulah maka wajar banyak warga Papua yang senang bergabung dengan
Organisasi Papua Merdeka atau OPM. Di era Jokowi inilah, banyak anggota OPM
yang kembali dan menyatakan kesetiannya kepada NKRI.
"Papua sudah bukan anak tiri
lagi.." Kata pak Jonathan, pemandu kami.
Aku tersenyum. Bagaimana bisa
orang dulu memandang Papua sebagai anak tiri padahal negeri ini cantik sekali ?
Lihat saja, beberapa tahun lagi Papua akan menjadi raksasa ekonomi baru yang
menjadi magnit para pencari kerja untuk mencari sumber kehidupan disini.
Kuhabiskan secangkir kopiku.
Lelah sudah badan ini, besok pagi
harus siap ke desa yang puluhan tahun gelap dan baru sekarang mereka menikmati
apa yang selama ini mereka dengar tapi tidak pernah mereka rasakan, yaitu
listrik. Seruput dulu, ah.