![]() |
Teroris |
Dulu waktu awal perang Suriah,
saya sempat bingung. Kenapa kok mereka malah
membesarkan #saveSuriah dengan berpatokan bahwa korban perang adalah ulah
pemerintah Suriah? Dan mereka mendukung pemberontak Suriah yang dimotori Al Qaeda.
Lalu ISIS kemudian datang dengan
segala kekejiannya, mereka tetap #saveSuriah dengan tetap menyalahkan
pemerintah Suriah.
Lama-lama saya paham, ketika para
pendukung pemberontak Suriah membawa bendera pemberontak ke Indonesia untuk
mencari dukungan. Ditambah dengan donasi dan foto anak2 Suriah terbantai sambil
tetap menyalahkan pemerintah Suriah yang sah.
Ternyata memang ada agenda
propaganda di balik tagar #save2an. Propaganda yang berlindung dibalik foto2
korban sebagai bagian dari mencari dukungan. Bahkan banyak sekali beredar foto
hoax pembantaian dengan cap yang - sekali lagi - menyerang pemerintah Suriah.
Ketika saya membuka kejadian
sebenarnya, bayangkan caci maki yang saya dapat dan saya juga dijauhi oleh
teman2 sekolah dulu karena "tidak punya empati kepada saudara sesama
muslim" katanya...
Karena itulah saya tidak tertarik
ketika beredar foto2 sadis pembantaian umat muslim di Rohingya. Bukan saya anti
kemanusiaan, tapi karena kebanyakan foto itu hoax - entah dari daerah mana -
yang diklaim bahwa itu pembantaian umat Budha kepada yang muslim.
Saya sudah sering melihat foto
sadis yang sama yang beredar dan selalu ada di setiap kejadian apapun. Mau di
Suriah, mau di Rohingya, foto sadisnya ya itu2 juga...
Entah kenapa saya mencurigai
propaganda #saveRohingya itu sebagai agenda tertentu untuk menyalahkan agama
tertentu di Indonesia. Konflik luar dibawa kesini untuk memicu dendam di negeri
ini. Kalau dibiarkan, bisa jadi akan ada pembakaran tempat ibadah sebagai wujud
balas dendam yag akan meluas di negeri ini..
Kenapa saya bisa berfikir begitu?
Karena yang teriak2 #saveSuriah
untuk mendukung pemberontak Suriah adalah mereka juga yang teriak
#saveRohingya. Orangnya itu2 juga. Mereka seperti membakar ilalang supaya api
meluas dengan framing "kemanusiaan". Tidak mau melihat akar konflik
lebih dalam, pokoknya ini masalah agama. Titik.
Sejatinya jika mau berfikir lebih
luas, tagar #save itu harusnya ada di setiap pembantaian.
#saveKorbanISISdiSuriah,#savePembantaianwargaYamanolehSaudi, #savePendudukPapuayangbelumdapatlistrisampesekarang,
#saveJombloyangtersiksasetiapkumpulkeluargawaktulebaran...
Tapi nyatanya #save itu hanya
dipakai untuk mendukung kelompok tertentu dengan alasan agama, tanpa mau
melihat baju politik di belakangnya..
Kaum panik ini jarinya secepat
cahaya. Ngelihat gambar sadis sedikit langsung teriak "AllahuAkbar" sambil
caci maki berkepanjangan tanpa mau menyelidiki itu foto apa, kejadian dimana.
Mereka terbentuk oleh framing judul yang disediakan dan langsung menshare
sambil nulis dengan capslok besar2, "KITA HARUS BELA KAUM MUSLIMIN".
Gampang sekali membakar mereka,
makanya disebut kaum sumbu pendek dan pentol korek...
Meski handphone yang digunakan
masuk dalam kategori "smart", ternyata yang menggunakan masih dalam
kategori "dumb". Begitu mudah terprovokasi dengan tanpa mau menunggu
kejelasan lebih lanjut dan memahami latar belakang permasalahan..
Dan itu berlaku juga bagi orang
dengan gelar sederet di belakang nama. Kebodohan akibat kepanikan tidak
mengenal jenjang pendidikan. Pokoknya #save dulu, mikir belakangan...
Jika ingin mengutuk, kutuklah.
Tidak perlu menyebarkan gambar2 sadis dari antah berantah seakan bangga dengan
pamer kesadisan. Kayaknya pada sakit jiwa menyimpan gambar orang digorok di
handphone dan menyebarkannya di media sosial...
Bicara Suriah marah2. Bicara
Rohingya marah2. Bicara poligami, eh langsung ramah. Seruput dulu kopinya biar gak
bebal...