![]() |
Wawancara |
Kemarin bersama beberapa teman,
kami mencoba melakukan survey tentang kesehatan. Survey ini bertujuan untuk
melihat apakah program Kartu Indonesia Sehat atau yang kita lebih kenal dgn
nama BPJS, betul-betul berguna untuk rakyat.
Kami kemudian menghubungi
beberapa narasumber yang pernah menggunakan KIS itu, terutama mereka yang
terkena penyakit sangat berat.
Salah satu narasumber kami
menderita penyakit thalassemia.
Thalasemia adalah ketidak-mampuan
tubuh memproduksi sel darah merah dan hemoglobin. Bisa dibayangkan, apa yang
terjadi pada diri kita ketika unsur terpenting dalam diri kita ternyata tidak
mampu memproduksi sendiri. Yang terjadi adalah kerusakan dalam organ-organ
tubuh.
Pada waktu wawancara, kami
seperti di bawa ke dunia lain, yaitu dunia dia. Dunia dimana kesulitan adalah
teman akrabnya, baik kesulitan psikis maupun materiil. Ia menceritakan tentang
pertarungan seumur hidupnya.
Entah berapa ratus juta dia harus
keluar uang, jika dia harus menanggung sendiri semua biayanya. Kartu Indonesia
Sehat itu betul-betul sangat membantunya. Pengurusannya pun tidak sesulit dari
apa yang dibayangkan selama ini.
Ia mendapat pelayanan yang tulus
dari dokter dan perawat di sebuah rumah sakit, yang tidak membedakan fasilitas
untuk mereka. Padahal, setahu saya, dokter dan perawat di bayar sangat murah
jika pengguna menggunakan fasilitas KIS itu.
Dari cerita tentang keberanian
seorang penderita Thalasemia, kami beralih ke narasumber lain, seorang bapak
yang terkena stroke bersama anaknya.
Sang bapak sedang memancing
ketika tiba-tiba stroke menyerangnya. Sekujur tubuhnya lumpuh dan dia ditolong
oleh orang sekitar, dilarikan ke rumah sakit terdekat. Apa daya, rumah sakit
itu menolaknya bahkan sebelum tubuhnya sampai di dalam ruangan untuk
mendapatkan pemeriksaan cepat.
Ia kemudian dilarikan ke rumah
sakit lainnya, yang juga menolaknya. Ada 3 rumah sakit yang menolak, sebelum ia
diterima di sebuah rumah sakit - sesudah keliling selama 24 jam - dan
mendapatkan perawatan disana. Terlambatnya pertolongan membuat penyakitnya
semakin parah. Untunglah nyawanya masih terselamatkan..
Dalam proses wawancara ini, saya
mendapatkan cerita tentang malaikat dan iblis secara bersamaan. Betapa masih
banyak rumah sakit yang lebih mementingkan uang daripada nyawa seaeorang.
Ironis memang.
Itulah kenapa ketika anak saya
bercita-cita ingin menjadi dokter, aku berkata, "Dokter itu pengabdian
nak, bukan peluang. Siapkah kamu nanti miskin dalam materi tetapi kaya dalam
amal ketika sudah memutuskan untuk mengabdi kepada manusia lain ?"
Hampir semua narasumber menangis
ketika bercerita. Mereka bukan menangis sedih, tetapi bahagia. Bahagia karena
dibalik kesulitan mereka, pemerintah masih memperhatikan nasib mereka sehingga
sedikitpun mereka tidak keluar biaya..
Tidak terasa, mata saya berat
mendengar cerita-cerita mereka. Saya keluar dan lebih baik menunggu diluar. Antara
rasa syukur yang tidak terhingga karena saya masih diberi kemudahan, bercampur
dengan rasa haru yang luar biasa.
Hidup itu sesungguhnya
perjalanan, kata secangkir kopiku. Belajarlah pada manusia yang kau temui di
jalan. Di mereka banyak hal menarik yang akan diceritakan, untuk menemukan
siapa dirimu sejatinya. Ah, kuangkat ranselku dan
kuteruskan kembali perjalanan yang semakin menarik ini.