![]() |
Uang |
Kenapa masih banyak orang yang
tertipu model bisnis seperti MLM atau Money Game ?
Saya dulu sekali pernah ditawari
untuk masuk sebuah perusahaan MLM.
Itu juga karena terjebak - secara
kurang ajar - oleh seorang teman akrab yang berkata, "Kita ketemuan yuk di
hotel H.."
Ya karena dia teman, sayapun
datang. Ternyata itu undangan seminar. Dan saya dibayari untuk hadir - waktu
itu harga tiket masih Rp. 50 ribu.
Dan apa yang saya lihat adalah
pertunjukan kemewahan. Perjalanan ke LN, hadiah mobil Merci terbaru dan semua
model gaya hidup tingkat tinggi yang membuat mata silau.
Jujur, saya tidak terkesan dengan
semua kemewahan itu. Terlalu "berkilau" buat saya. Dan sesuatu yang
berkilau, pasti ada apa-apanya. Lagian buat saya bekerja itu adalah menggali
kemampuan dalam diri, bukan hanya uang dan kemewahan.
Hampir semua perusahaan MLM
bermain di psikologis dasar manusia, yaitu angan-angan. Mimpi yang indah, yang
bisa didapat dengan pencapaian yang singkat dan mudah dan semua itu bersifat
material.
MLM mengajarkan manusia menjadi
kaum materialis yang hanya mementingkan uang, lain tidak.
Teman saya sering mengupload
fotonya sedang di luar negeri, sesuatu yang akan membuat iri banyak orang dan
mengangkat derajatnya sebagai orang sukses.
Baru saya tahu belakangan, bahwa
perjalanan ke luar negeri itu dari koceknya sendiri supaya orang terpikat akan
kesuksesan. Dan itu "perintah" perusahaan..
Anehnya, dari beberapa teman, saya
dengar dia sering meminjam uang. "Kalau bisa masuk sekian, nanti bisa
dapat bonus sekian.." katanya. Bonus yang dinanti beberapa teman -yang
akhirnya meminjamkan uang mereka- juga tidak pernah datang.
Teman saya menjadi egois ketika
beberapa teman tidak mau meminjamkan uangnya. "Kalian sebagai teman tidak
mendukungku untuk sukses.." begitu katanya selalu. Dia selalu berfikir
tentang masalahnya, dan tidak pernah mau memikirkan masalah orang lain,
terutama orang2 yang dia pinjam uangnya.
Ia sulit jujur pada dirinya
sendiri, karena sudah terjebak dalam pusaran..
Akhirnya persahabatan dia dengan
teman2nya - termasuk saya - jadi jauh. Kami tidak ingin dimanfaatkan untuk
kepentingannya. Karena ia hidup dalam angan2nya, sedangkan kami hidup dalam
dunia nyata.
Ia seperti orang jatuh cinta
berat, dan sulit untuk diingatkan. Ketika kami berbicara sesuatu yang
realistis, dia marah dan menganggap kami hanyalah pecundang.
Tahun berganti dan kami sudah
melupakannya. Hingga akhirnya kami mendengar bahwa perusahaan MLM dia ditutup
oleh pemerintah. Kami mencari dia, berusaha menolongnya.
Dan kamipun bertemu dalam
kondisinya yang sangat memprihatinkan. Dikejar debt collector dimana-mana
karena ia mengisi hidupnya dengan gaya.
Ia membeli mobil dengan cicilan
yang tinggi setiap bulan. Belum lagi gaya hidupnya yang wah keluar masuk cafe -
supaya ia dianggap sukses oleh downlinenya - dengan uang yang ia dapat dari
hasil pinjaman. Ia bertaruh terlalu tinggi dalam hidupnya, karena ia mendadak
buta.
Ia takut untuk keluar rumah dan
menerima telepon, karena "ada debt collector..". Setiap hari pagar
rumahnya digedor, dan ia pun akhirnya berganti2 nomer telepon karena selalu
menghindar.
Sungguh hidup yang jauh dari kata
merdeka..
Saya yakin, banyak yang seperti
dia hanya malu mengakuinya. Terjebak dalam angan panjang akan kemewahan yang
didapat nantinya, sehingga ia menggampangkan semua hal termasuk kepercayaan
orang yang dititipkan padanya.
"Kalau gua sukses, nanti gua
bayar semua sekaligus dengan bunga2nya.." katanya dengan jumawa waktu itu
ketika seorang teman menagih pinjamannya.
Dari dialah sesungguhnya saya
mendapat pelajaran, bahwa kekayaan terbesar manusia sejatinya hanyalah rasa
cukup. Tanpa ada rasa cukup, kita akan selalu miskin meski terlihat bergelimang
kemewahan.
Hidup dengan beban berat di
punggung, karena ia berada di lingkungan - para upline dan downline - yang
terus menuntutnya untuk terlihat sukses, karena kesuksesan itulah jualannya..
"Skema Ponzi diciptakan oleh
seorang penjahat untuk menipu. Bagaimana bisa skema yang diciptakan untuk
kejahatan itu diterapkan untuk kebaikan ? Sungguh gak masuk akal..." kata
seorang teman waktu itu. Memang gak masuk akal bagi yang tidak cinta buta
terhadap segala kemewahan dunia..
Saya percaya bahwa usaha itu
seperti menanam padi. Tanam benih, pupuk dan dijaga setiap hari. Kita
melihatnya tumbuh besar sesudah melalui berbagai kegagalan, karena sesungguhnya
kegagalan itu adalah pembelajaran.
Pada satu titik, pengusaha yang
handal akan menemukan bahwa hasil bukanlah ukuran, tetapi bagaimana dia bisa
survive dalam usahanya, sesungguhnya itulah keberhasilan.
Entah dimana temanku dulu itu,
aku rindu minum kopi bersamanya dengan tertawa di warkop 3rebuan, tanpa harus
curiga bahwa ia menjebakku untuk hadir di acara seminar tentang mewahnya gaya
hidup di atas awan.
"Angan panjang adalah
setengah dari ketuaan..." Imam Ali as.