![]() |
Denny Siregar dan Birgaldo Sinaga |
Saya membaca bagaimana teman saya
Birgaldo Sinaga banyak diserbu saudara-saudaranya seiman hanya karena ia dengan
konsisten mengkritik perilaku sebagian umat Kristen yang sibuk berlindung di
balik kata “kasih” yang malah melemahkan dirinya sendiri.
Saya jadi ingat sejak tahun 2011
lalu, ketika sering mengkritik perilaku mereka yang mengaku ustad dan ulama
tapi melakukan pembodohan berjamaah. MasyaAllah, saya diserang kiri kanan,
teman, sahabat bahkan saudara pun menjauhi saya.
“Kamu suka mengadu domba dan
menjelek-jelekkan Islam...” Begitu kata mereka.
Saya sendiri sempat bingung,
ketika ingin menyampaikan pandangan yang jujur tentang kelakuan orang yang
mengatas-namakan agama ini, ternyata tidak semua bisa menerima. Mereka lebih
senang berpura-pura bahwa jika kamu beragama Islam, sudah pasti ahlakmu bagus,
apalagi kalau itu ustad atau ulama.
Tapi saya tidak bisa berpura-pura
seperti itu. Ada kegelisahan yang harus saya tuangkan, bahwa bukan begitu
contoh seorang ulama.
Logika sederhana saya berkata,
bahwa tidak mungkin seorang yang cinta dunia mengajarkan tentang akhirat. Dunia
dan akhirat adalah dua sisi yang sangat berbeda. Orang yang bicara tentang
akhirat sudah pasti adalah mereka yang selesai dengan dunianya.
Saya pun cuek. Mending saya
tumpahkan daripada saya harus berpura-pura bahwa semua baik-baik saja. Mungkin
karena terbiasa jadi BTL, Batak tembak langsung.
Mengalirlah tulisan-tulisan saya
dengan judul seram, “Ulama berbaju iblis”, “Islam yang lemah”, “Kaum buih di
lautan” dan banyak lagi tulisan yang mengkritik bagaimana terjadi simbiosis
mutualisma antara mereka yang membodohi dan yang mau dibodohi.
Dan semakin banyak yang membenci,
tapi saya semakin tidak perduli.
Saya yakin, di balik mereka yang
aktif komen di media sosial, ada jumlah yang lebih banyak yaitu para silent
reader, yang lebih senang membaca daripada menulis komentar. Mereka yang ingin
mencari ilmu tapi tidak mau berdebat, membiarkan akal sehat mengalir memenuhi
ruang otak.
Benar saja, pelan-pelan saya
mendapat banyak teman baru yang satu visi. Mereka yang mempunyai kegelisahan
yang sama bahwa ada yang tidak beres yang terjadi di sekitar kita. Kami pun
saling berkomentar, saling becanda dan mengejek perilaku-perilaku aneh yang tidak masuk
akal di kalangan pemeluk agama Islam ini..
Salah satu teman yang satu visi
dan akhirnya bertemu muka adalah Permadi Heddy Setya aka Ustad Abu Janda
al-Boliwudi...
“Kebenaran akan menemukan
jalannya sendiri, entah seberapa sulitnya medannya..” begitu kata seorang
sahabat.
Dan -sesudah beberapa tahun
lamanya- saya akhirnya menemukan nilai-nilai kebenaran dari banyaknya sahabat
yang berakal sehat yang duduk dan ngobrol tentang bagaimana susahnya hanya
untuk menjadi manusia saja..
Jadi bro Birgaldo, jangan pernah
lelah untuk menyuarakan apa yang harus disuarakan. Perjuangan tidak akan mudah,
tapi itulah yang membuat kita akan dikenang.
Satu pesan pribadi, tolong
kurangilah foto-fotomu itu. Palak kali pala awak, liat kau bersliweran di
beranda. Nanti kupanggil inang-inang biar ditokoknya kau. Ini kopi, kau ambil gitar,
nyanyikanlah dulu lagu kita itu...
“Buteeeeeeeeetttt.. dipangungsian
do amangmu ale butetttt...”