![]() |
Jokowi |
“Bang, dengar-dengar 800 BUMN
akan di jual Jokowi ya..”
“Ah, salah denger kali. BUMN kita
cuman 118 buah perusahaan kok... Mungkin yang dimaksud anak-anak perusahaan
BUMN itu kali. Kalau itu, mungkin saja..”
“Kenapa dijual ?”
“Ya karena gak efektif. Masak ada
anak perusahaan BUMN besar buka laundry atau catering? Kan gak cocok ya.
Kalau misalnya BUMN itu bergerak
di bisnis pertambangan, misalnya, ya fokus di tambang jangan mikir bisnis
laundry. Kalau mau bikin anak perusahaan, ya yang tetap fokus di tambang..”
“Oh begitu.. jadi selama ini
anak-anak perusahaan itu yang bikin BUMN jadi gak efektif dan merugi ya ?”
“Ya, itu salah satu faktornya.
Karena gak fokus, hasil dari kegiatan utamanya malah membiayai atau menutupi
kerugian anak perusahaannya. Tenaga kerja jadi banyak dan tidak efektif.
Selama ini BUMN hanya jadi tempat
penggemukan dan sapi perah saja. Daripada jadi beban, ya di hilangkan dengan
cara di jual kepada swasta yang fokus di bidang itu. Negara akan dapat
pemasukan. Kalo BUMN ramping, mereka jadi lebih lincah bergerak..”
“Lha kalau ada anak perusahaan
yang menghasilkan gimana?”
“Dilihat dulu. Kalau
menghasilkan, maka ia akan di merger dengan anak perusahaan BUMN lain yang
bergerak di bisnis yang sama. Ini wajar kok, semua perusahaan yang profesional
pasti akan melakukan yang sama, negara juga..”
“Oh, berarti isu Presiden mau
menjual 800 BUMN itu hoax ya, bang..”
“Bukan hoax, cuman ada yang
memelintir berita dengan tujuan seolah-olah Presiden ini tukang jual aset-aset negara.
Biasalah, menjelang pilpres senjata fitnah harus dikeluarkan biar ada harapan
menang...”
“Kalau abang Presiden, kira-kira
BUMN apa yang ingin abang bangun?”.
“Mungkin BUMN yang produksi micin
ya. Karena banyak penyuka micin di Indonesia. Di Jakarta aja ada 58 persen yang
suka konsumsi micin. Micin membuat mereka berfikir bahwa bumi ini datar dan
mereka tinggal di ujungnya...”
“Wah, trus siapa Direkturnya yang
tepat ?”
“Kita tidak perlu eee over
spekulasi, karena ini eee masalah balutan yang aksesabilitas. Yang cocok eee Bi
Narti...”
Hening.