![]() |
Screenshot Twit Top Skor |
Pagi ini membaca
berita. Seorang jurnalis di media online TopSkor, dipecat. Namanya Zulfikar
Akbar. Ia mengkritik Abdul Somad lewat cuitannya. Dan hasilnya, ia dipersekusi
lewat cuitan juga yang membuat akhirnya ia dipecat dari pekerjaannya.
Isi twitnya “Ada
pemuka agama rusuh ditolak di Hong Kong, alih² berkaca justru menyalahkan
negara orang. Jika Anda bertamu dan pemilik rumah menolak, itu hak yang punya
rumah. Tidak perlu teriak di mana-mana bahwa Anda ditolak. Sepanjang Anda diyakini
mmg baik, penolakan itu takkan terjadi.”
Sebuah kritikan
halus sebenarnya, tanpa penghinaan, tanpa cacian, tanpa fitnah. Kalaupun ia
menyebut “rusuh”, tampaknya Zulfikar berkaca pada kejadian di Bali yang memang
sempat rusuh.
Cuitan ini di
retwit banyak orang yang akhirnya melahirkan hastag #boikotTopSkor yang
trending. Dan akhirnya redaksi TopSkor mengambil keputusan memecat si jurnalis.
baca BERITA DARI BALI
Siapa yang salah
disini?
Abdul Somad jelas
tidak salah, karena ia tidak boleh dikritik sedikitpun sebab ia ulama. Ingat,
sesalah-salahnya ulama adalah sebaik-baiknya kita. Begitu kata Yusuf Mansur
sambil mendekapkan tangan di dada dalam episode “Jangan ditiru”.
Ulama selalu benar.
Meskipun ia mengkafir-kafirkan, meskipun ia penyuka khilafah, meskipun ia
memesek-mesekkan hidung orang. Dia pasti benar, karena memang harus begitulah
jalan untuk menuju surga.
Apakah redaksi
TopSkor salah dengan memecat jurnalisnya?
Tidak, mereka
benar...
Sebagai sebuah
media online, yang hasilnya dari iklan klik, bahaya ketika ada yang teriak
BOIKOT!”. Bakalan tidak ada yang mampir ke situs dan mengklik iklan lagi.
Perusahaan bisa bangkrut.
Ingat kisah
Sari Roti dan Equil yang sekarang sedang menuju bangkrut karena boikot?
Perusahaan begitu besar saja di boikot akan bangkrut, apalagi hanya media
online.
Facebook dan Google
pun dikabarkan akan bangkrut karena diboikot 50 juta orang. Mengerikan memang..
Jadi siapa yang
salah??
Ya, Zulfikar Akbar!!
Yang salah kenapa
namanya Zulfikar??
Zulfikar itu pedang
Nabi Muhammad yang diwariskan kepada Imam Ali. Pedang itu terkenal tajam dan
bisa memilih musuh dengan benar. Pedang itu adalah simbol pertahanan diri,
bukan agresi.
Dan pada masa
sekarang, pedang tergantikan oleh PENA, yang jauh lebih tajam karena setiap
kali diayunkan bisa membabat ribuan kepala picik dan otak dangkal yang bisanya
hanya memakai otot dalam bertindak.
Zulfikar Akbar juga
salah kenapa berada di tempat yang salah? Yang takut membelanya hanya karena
diancam untuk di boikot oleh orang-orang yang juga belum tentu membaca media
perusahaannya..
Dan terimalah azab
itu Zulfkar Akbar, karena mengkritik seorang yang sangat suci dan tidak bisa
disentuh bahkan oleh tulisan. Seseorang yang bahkan dewa-dewa langitpun akan
turun membelanya karena ia selalu benar, benar dan benar.
Kalau ia salah,
BENARKAN!
Terimalah azabmu,
Zulfikar Akbar. Mungkin sudah saatnya kamu menjadi penulis independen yang tidak
terikat oleh perusahaan yang takut-takutan karena ayunan pedangmu yang tajam.
Mending sarungkan
pedang Nabi itu, dan mulailah hidup dengan benar. Hidup sesuai apa yang mereka
perintahkan kepadamu untuk “mending cara makan aja dan diam supaya selamat..”
Seperti mereka yang
sangat bangga dengan gelar “Silent Majority” itu..
Semoga kamu,
Zulfikar Akbar bisa mengambil pelajaran dari situasi ini dan nikmatilah azab
yang sedang melandamu sekarang ini..
Kalau perlu ngopi
dulu, biar tenang pikiran. Pahamilah, bahwa takut adalah sebagian daripada
iman..
Dari saya,
Denny Zulfikar
Siregar..