![]() |
Jokowi |
Suasana negeri ini tiba-tiba
tenang sekali.
Jujur saya juga tidak menyangka
bahwa situasi tahun 2018 -yang dianggap sebagai tahun politik- bisa setenang
ini. Saya dulu menyangka bahwa inilah tahun tergaduh yang akan penuh dengan
gerakan-gerakan massa dan keributan di mana-mana.
Kalau melihat jejak tahun 2016
dan 2017, yang riuh rendah masalah “politik berbaju agama”, saya memprediksi
bahwa keriuhan tertinggi ada di tahun ini..
Tapi ternyata meleset..
Langkah-langkah Jokowi dalam mengamankan
situasi ini benar-benar brilian. Banyak sekali isu yang berhasil diredam..
Isu PKI hilang tanpa permasalahan
berarti. Pergantian Panglima TNI benar-benar membuat gorengan-gorengan kelompok intoleran
menjadi tidak matang. Panglima TNI yang sekarang berangkulan dengan Polri,
menunjukkan bahwa aparat sedang solid-sesolidnya jadi, “jangan macam-macam...”
Tidak ada lagi pernyataan-pernyataan yang
meresahkan dan menimbulkan riak-riak baru. Apalagi ketika itu berpotensi
mengakibatkan benturan. Semua teratasi dan kita kembali berada pada situasi
yang jauh lebih stabil dari sebelumnya.
Menahan banding Ahok ternyata
langkah yang jitu. Dengan tidak adanya nama Ahok dalam peta perpolitikan kali
ini, tidak ada lagi sasaran yang bisa dituju. Bingung menggoreng isu dalam
setiap gerakan pengumpulan massa dengan bahasa “penistaan agama”.
Akhirnya geliat terakhir mereka
adalah mengumandangkan “reuni” yang pesertanya makin lama makin menyisih.
Apalagi tanpa menggunakan nama MUI..
HTI tidak bisa bebas bergerak
lagi, sejak dihajar Perppu Ormas. Keberadaan “ustad-ustad” mereka dihadang dimana-mana.
Ada yang sempat muncul sebentar lalu tenggelam ke dasar. Orang sudah bosan
mendengar namanya apalagi ketika tahu bahwa dia menghina Rasulullah.
Doi pun takut ke permukaan karena
ada yang berbisik, “berbuat ulah lagi di tahun politik ini, kami hajar dengan
pasal penistaan..”. Dikepret, langsung diam..
Beberapa pentilan ormas radikal
tiarap. Mereka yang di tahun 2016, sibuk berkoar, kali ini bungkam seribu
bahasa. Cari selamat daripada aibnya dibuka.
Aparat tahu, cara menghadapi
pentilan-pentilan itu bukan berhadap-hadapan dengan mereka karena pasti mereka bermain
sebagai korban. Tapi dengan melorotkan celananya, sehingga tampaklah anunya
klewer-klewer dan terbirit-birit lari karena takut ditertawai.
Pihak mediapun sepakat untuk
tidak membesarkan nama ormas-ormas yag sedang mencari panggung luas. Pihak media
sosial seperti Facebook pun akhirnya paham, bahwa jauh lebih berguna menjaga
keamanan negara dengan memblokir akun-akun yang provokatif daripada nanti tidak
bisa lagi berusaha disini karena situasi yang kacau.
Pilkada di daerah-daerah yang rencana
mau diledakkan, tiba-tiba sumbunya seperti terendam. Di Jabar tidak bisa diadu
dengan membangun dua kekuatan. Di Jatim, merekapun terhalang. Di Jateng dan
Sumut, partai-partai menyebar saling merangkul sehingga si pengadu domba bingung tak
bisa berkata-kata.
Dan karena tidak mampu menembus
benteng tebal yang dibangun Jokowi dan kelompok yang menjaga negeri ini,
merekapun akhirnya berantem sendiri masalah mahar. Mudah ternyata
mengkocar-kacirkan barisan mereka, karena di sebelah sana uang adalah
segala-galanya.
Jokowipun tersenyum menggandeng
sana-sini. Menggandeng NU, mengajak Muhammadiyah, merangkul MUI dan ormas-ormas agama yang masih dibina. Ia membagikan sertifikat-sertifikat tanah untuk dikelola supaya
umat-umat mereka punya kerjaan lagi.
Jika sibuk dengan masalah
ekonomi, niscaya tidak ada yang bisa di provokasi lagi..
Suasana tiba-tiba hening dan
tenang. Jonru dipenjara. Akun-akun FPI tumbang. Kelompok Saracen disikat ke
akar-akarnya.
Aku yang terbiasa menulis untuk
meng-counter fitnah-fitnah mereka jadi kehilangan nilai tulisan. Pak Mantan juga
sudah tidak banyak bersuara ketika dirangkul mendekat sehingga kurang
bergairah. HT dipaksa sibuk dengan bisnisnya dan harus stop kampanye
sementara..
Mungkin sudah saatnya mundur dari
mengamati politik karena Jokowi terlalu perkasa untuk di lawan. Bani micin
kehilangan banyak orang-orang tangguhnya. Jadi kurang mengasyikkan..
Lega rasanya melihat kehidupan
kita berangsur-angsur membaik lagi. Paling isu yang dibangun ya itu-itu aja, masalah
hutang pemerintah yang mau dijelasin gimana juga tetap aja mereka gak perduli..
Ah untung masih ada secangkir
kopi yang menemaniku setiap hari. Semoga aku bertemu Tuhan lagi dalam setiap
seruputannya, seperti waktu lalu ketika semua kesulitan membuatnya menjadi
indah..
Seruput dulu ah.. Tuhan, apakah
Engkau masih di dalam secangkir kopi?