![]() |
Jokowi |
Kemaren saya didatangi orang
Bank..
"Bapak tidak mau menambah
plafon hutangnya ?" Tanya mereka sambil bermanis-manis. Saya menjawab,
"Saya belum perlu. Nanti kalau ada permintaan barang dalam jumlah besar
dan uang saya gak mencukupi, baru saya call Bank untuk pinjam.."
Pertanyaannya, kenapa kok saya
ditawari supaya berhutang ? Jawabnya sederhana, TRUST atau kepercayaan.
Kepercayaan pihak bank kepada
para debitur atau peminjam, tumbuh seiring kerjasama yang baik. Pihak Bank
selama ini mendapat keuntungan karena mendapat bunga dari uang yang
dipinjamkannya, saya mendapat keuntungan karena bisnis saya bisa jadi lebih
besar berkat pinjaman uang mereka.
Dan kepercayaan itu terjaga
ketika kami sama2 menjaga kepercayaan itu. Saya berusaha keras untuk disiplin
membayar kewajiban saya ke Bank sehingga mereka pun percaya untuk menambahkan
pagu pinjaman ke saya.
Tentu ini hutang produktif, bukan
konsumtif. Kalau saya pake hutang bank itu untuk belanja mobil, pakaian dan
hura2, tentu saya tidak akan dipinjami.
Kepercayaan Bank datang bukan
karena besarnya aset saya, tapi lebih karena pekerjaan saya dan kedisplinan
saya membayar cicilan.
Hutang selama ini dikonotasikan
negatif. Padahal tidak ada bisnis yang tumbuh besar tanpa hutang. Semua
perusahaan besar di dunia pasti punya hubungan dengan Bank. Dengan adanya
hutang piutang ini, maka ekonomi berjalan lancar.
Jadi saya heran juga ketika ada
seorang teman berteriak dalam statusnya, "Indonesia Presidennya tukang
ngutang !!"
Buat dia hutang itu bersifat
negatif.
Mungkin dia tidak pernah
menjalankan bisnis menengah apalagi besar sehingga phobia terhadap hutang.
Mungkin juga dia pernah trauma ketika tercekik hutang karena perilakunya
sendiri terhadap hutang itu yang salah.
Temanku itu tidak bisa melihat
dalam skala yang lebih luas, bahwa ketika negeri ini masih ditawari hutang oleh
pihak luar, berarti negeri ini masih dipercaya bisa membayar. Dan kepercayaan
itu nilainya jauh lebih mahal daripada nilai hutang itu sendiri..
Pembangunan infrastruktur di
Indonesia tidak bisa dilakukan tanpa hutang. Karena besarnya pengeluaran untuk
membangun infrastruktur, tidak sebanding dengan kondisi keuangan kita sekarang.
Paling sederhana gini, bagaimana
anda bisa punya rumah sekarang ini tanpa KPR ? Apa mau nunggu duit terkumpul
dulu baru beli rumah ? Sudah uang terkumpul sekian puluh tahun menabung, eh
harga rumah juga sudah naik gila2an. Akhirnya ngontrak lagi ngontrak lagi..
Hutang di Indonesia sekarang ini
dilakukan untuk membangun jalan - supaya arus distribusi lancar. Juga membangun
bendungan - supaya produksi pangan lancar. Juga membangun listrik - supaya
produktivitas lancar.
Semua untuk kelancaran. Jika
produksi dan distribusi lancar, tentu ekonomi kita lancar. Dengan ekonomi
lancar, tenaga kerja terserap. Banyak hal yang positif dengan berhutang,
daripada tidak jika itu sifatnya produktif.
"Memangnya kita gak bisa
bangun infrastruktur tanpa hutang ?" Temanku teriak lagi dengan mulutnya
sibuk mengunyah micin curah.
Bisa. Dengan jual aset2 besar
kita..
Tapi nanti ribut lagi. Dulu harus
jual Indosat buat bayar hutang akibat jatuh tempo karena pemimpin lama
berhutang untuk konsumtif, kamu teriak juga. Berhutang salah, jual aset lebih
salah. Apalagi kalau ekonomi tidak lancar, pasti jauh lebih salah..
"Gua gak percaya !! Pokoknya
Jokowi salah karena dia raja hutang !!" Temanku menyobek bungkus micin
kedua..
Tiba-tiba pintu diketuk.
Temanku membuka pintu dan
terlihat ibu warung dengan wajah galak bawa sapu lidi berdiri di depan. Sejenak
dia terpana dan akhirnya membungkuk dengan gaya memelas,
"Eh ibu.. iya bu. Saya belum
bisa bayar hutang bu. Iya, tadi saya hutang lagi micin 2 kilo. Maaf bu..
maaf.."
Plak ! Plak ! Plakkkk ! Terdengar
suara sapu lidi mengenai badan menggema di seluruh ruangan menemani saya minum
kopi dengan nikmat sekali..
Seruputtt...