![]() |
72 Bidadari |
“Bang, kalau pria dapat bidadari
di surga, trus aku yang wanita dapat apa? Bidadara?”
Pertanyaan itu sejak dulu memang
menggelikan. Konsep “bidadari” sejak lama memang diidentikkan dengan gender
wanita, padahal sejujurnya tidak ada yang tahu bagaimana bentuk bidadari
sebenarnya, sama seperti kita tidak pernah tahu bagaimana wujud malaikat.
Lalu kenapa Nabi membahasakan
bidadari sebagai wanita?
Untuk membahas ini kita harus
kembali ke ratusan tahun lalu saat bangsa Arab masih jahiliyah, bodoh dan
barbar pada puncak-puncaknya. Pada saat itu datanglah Nabi membawa ajaran
keselamatan.
Bangsa Arab dulu -dan jejaknya
masih sampai sekarang- menganut superioritas lelaki dimana wanita kebanyakan
hanya menjadi budak dan tempat kesenangan.
Bahkan sejarah mengabarkan, pada
masa itu bayi perempuan pun dibunuh dengan dikuburkan hidup-hidup karena
memalukan dan tidak membawa kebanggaan.
Para lelaki yang biasanya menjadi
pemimpin klan itu hanya mengenal tiga hal, harta, tahta dan wanita. Semua itu
adalah simbol status sosial.
Lalu bagaimana seorang Nabi mengajarkan
mereka tentang kebaikan? Tentu dengan mengabarkan ada “reward” yang akan mereka
dapatkan. Reward itu berupa surga yang indah yang akan menjadi tujuan akhir
manusia.
Dan begitulah surga dibahasakan,
dengan bahasa materi sesuai apa yang mereka kenal pada masa itu, berisi sungai
yang jernih, pepohonan, emas permata dan segala hal yang indah.
Sama seperti ketika orangtua
berbicara pada anaknya yang kecil, “Nanti kalau adek baek dan nurut, mama kasih
hadiah boneka ya..” Gak mungkin si adek perempuan dijanjikan PS4, karena di
usianya yang balita, boneka adalah sebuah kemewahan.
Begitulah bidadari dibahasakan
dalam bentuk gender wanita, karena itu termasuk kesenangan para lelaki bangsa
Arab yang barbar dan ngacengan masa itu. Gak mungkin dijanjikan pesawat
terbang, karena mereka belum mengenalnya.
Bidadari dan Malaikat jelas tidak
akan menyerupai sosok apapun di dunia materi ini. Bahasa-bahasa seperti “sayap
malaikat” adalah bahasa pendekatan, bukan sayap seperti yang kita kenal
sekarang ini. Bahkan di dunia ini, antara sayap burung dan sayap pesawat sudah
beda bentuknya, apalagi di dunia non materi seperti akhirat.
Karena itu lucu juga ketika
ngustad Tengkyu menggambarkan kenikmatan seks surga di tweetnya. Bahkan dengan
pede ia mengatakan, bahwa bidadari itu tergantung variannya sesuai siapa yang
kamu taksir di dunia.
Ratusan tahun berlalu dan
ternyata tidak mengembangkan otak si ngustad. Ia berfikir sama seperti orang
Arab Jahiliyah waktu itu yang harus dibahasakan dengan sangat sangat sederhana
terhadap reward di akhirat. Padahal sekarang ada ilmu-ilmu filsafat yang bisa
membahasnya seperti ontologi atau epistimologi.
Karena sangat ngacengnya, sang
Ngustad bahkan meyakini bahwa ada “nafsu seks” di akhirat sana, padahal nafsu
itu bersifat ragawi. Wong raganya sudah tidak ada kok nafsunya masih
berkeliaran mencari mangsa.
Baca tweet-tweetnya si Ngustad
Tengkyu itu saya cekikikan sendiri malam-malam.
Udah bangkot gitu masih aja
mikirnya “dikeroyok” ribuan bidadari sambil celup sana celup sini.
Entah dia dulu naksir siapa aja,
mungkin juga menbayangkan Asia Carrera sampai Miyabi berwujud bidadari yang
akan memecutnya “cetarrrr” sambil teriak, “berguling!!” dan si Ngustad
ngos-ngosan menjulurkan lidah tanpa henti.
Tad, wong cuman bisa
ngendus-ngendus doang sok-sok an gagah dikeroyok 12 ribu bidadari. Disentil dikit
aja langsung crit kemana-mana.
Ngupi dulu Tad, biar sehat..