![]() |
Film Lima |
Beberapa waktu lalu saya diundang
oleh sineas muda, Lola Amaria. Saya diminta nonton preview
filmnya, berjudul Lima. Film garapan 5 sutradara ini bercerita tentang perbedaan
pandangan dalam agama dan ras dan diskriminasi didalamnya. (Nanti kita bahas
lebih lengkap tentang film ini).
Saya juga bertemu dengan
sutradara film Ridho Ainun, yang sedang menggarap film berjudul
"Jack". Film dengan gaya Suroboyoan ini juga bercerita hal yang sama
tentang perbedaan dalam beragama dan ras. Trailernya baru muncul Jumat ini,
kita bahas juga lebih lengkap nanti.
Apa yang menarik dari kedua film
ini ?
Dalam perbincangan dengan
sutradara2 muda ini, saya melihat ada kegelisahan dari mereka melihat situasi
Indonesia belakangan ini. Kegelisahan mereka berawal dari Pilgub DKI yang penuh
dengan nuansa SARA dan berkembangnya kelompok radikalis berbaju agama yang suka
memaksakan kehendaknya.
Dan sineas-sineas muda ini
bangkit "melawan" dengan karya-karya mereka. Mereka menyisipkan pesan
kebhinekaan dalam sebuah cerita. Bagaimana perbedaan itu adalah hal yang biasa
kita temui dalam kehidupan sehari dan bukan masalah..
Inilah kebangkitan "silent
majority" dimana orang2 muda mulai bersuara bukan melalui media sosial,
tetapi melalui karya. Kegelisahan mereka tuangkan dalam bahasa mereka. Mereka
melakukan "syiar" dengan memanfaatkan teknologi terkini.
Mereka berperang dengan senjata
yang mereka punya..
Tahun 2018 ini kita akan
menyaksikan perang ideologi melalui sinema antara kelompok yang membawa nama
agama dan kelompok yang menyukai konsep bhinneka.
Kebetulan di bulan Mei ini juga
akan keluar film berjudul "The Power of Love" yang menggambarkan aksi
212, dibintangi Fauzi Baadillah. Ada nuansa propaganda yang sedang dilawan
dengan propaganda juga.
Fight fire with fire..
Jujur saya bersyukur bahwa ada
kaum-kaum muda yang sudah tergerak dan perduli dengan situasi bangsa. Mereka
merogoh kocek sendiri, bergerak sendiri, sebagai bentuk perjuangan dengan
kemampuan yang mereka bisa..
Dan ini seharusnya menjadi
perhatian pemerintah, bagaimana bhinneka tunggal ika bukan lagi diteriakkan
dalam upacara bendera, tetapi sudah masuk dalam pesan-pesan bagi generasi muda
supaya mereka tidak diracuni dalam dakwah-dakwah untuk mendirikan negara yang
bukan berdasar Pancasila..
Saya angkat kopi dulu untuk para
petarung masa kini yang berjuang bukan lagi dengan bambu runcing dan senjata
api, tetapi melalui rumah-rumah produksi..
Seruput.