![]() |
Status Akun Facebook |
Sudah 4 tahun, pesawat Malaysia
Airlines dengan nomor penerbangan MH370 hilang..
Pesawat yang tidak tahu dimana
rimbanya itu, hanya ditemukan serpihan2nya saja, tapi tidak bisa ditemukan
keseluruhan termasuk mayat2nya.
Baru pada bulan Mei tahun 2018,
para ahli menyimpulkan bahwa hilangnya pesawat MH370 kuat dugaan karena
pilotnya bunuh diri, bukan karena pesawat rusak.
Data2 menunjukkan bahwa pesawat
itu terbang lebih dari 185 kilometer dari jalur yang seharusnya.
Dan kesimpulan para ahli, aksi
bunuh diri ini direncanakan dengan cermat dan dalam waktu lama.
Berita ini tentu mengagetkan
sekaligus mengerikan, terutama untuk mereka yang sering bepergian dengan
pesawat. Bahwa sangat mungkin psikologis pilot bisa menjadi ancaman bagi
terbunuhnya ratusan penumpang yang tidak berdosa.
Dan baru-baru ini kita mendapat
berita yang lebih menyeramkan. Seorang pilot pesawat Gar**a, ternyata
bersimpati pada terorisme yang baru saja terjadi di negeri kita. Ia - dalam
status di media sosialnya - membenarkan tudingan bahwa dibalik bom Surabaya ada
rekayasa dari kepolisian.
Gar**a pun langsung menonaktifkan
pilot tersebut ketika netizen ramai memberitakannya. Dan tidak lama kemudian,
terbongkar lagi bahwa seorang pilot Gar**a - dari jejak digitalnya - mengunggah
status, "Rezim Panik. Buatlah sesuka hatimu, niscaya suatu saat kalian
akan binasa.."
Ancaman ini bukan main-main.
Kalau kalian sedang berada dibandara, lihatlah pengumuman besar, "Siapapun
yang bercanda ada bom dipesawat, maka ia tidak akan diterbangkan." Ini
menunjukkan pihak bandara tidak main-main dalam segala bentuk ancaman karena
membahayakan jiwa banyak penumpang. Jadi, sepatutnya status si pilot tadi -
yang juga pendukung HTI - juga bisa dijadikan bahan penyelidikan karena sudah
meresahkan.
Peristiwa Mako Brimob dan bom di
Surabaya jelas ada keterkaitan, minimal sebagai pemicu. Dikhawatirkan,
"jiwa-jiwa" ingin ikut berjihad juga sudah tertanam di dada para
pilot yang ingin ketemu bidadari secepatnya dengan membawa korban ratusan
penumpang sebagai persembahannya.
Karena itu, sudah selayaknya
Maskapai Penerbangan mulai kembali melakukan test psikologi kepada para
pilotnya. Termasuk menyelidiki jejak digital mereka, orang ini kecenderungannya
kemana. Karena Maskapai Penerbangan harus bertanggung jawab terhadap nyawa
ratusan penumpang yang ingin selamat sampai di tujuan.
Maskapai penerbangan juga harus
memberi jaminan bahwa pilot mereka tidak terkena virus radikal dan mencintai
NKRI sepenuh hati, terutama untuk Maskapai Penerbangan milik negeri.
Melihat status-status pilot
pesawat Gar**a, saya kok -sebagai seseorang yang suka berpergian dengan
pesawat- menjadi miris. Ia sama sekali tidak memberikan ketenangan.
Meski nyawa ada di tangan Tuhan,
setidaknya bolehlah saya waspada untuk sementara menghindari maskapai ini
sampai ada pemberitahuan bahwa mereka sudah melakukan tes psikologi ulang pada
seluruh pilotnya.
Biasanya sebelum naik pesawat,
saya berdoa.
Kali ini rasanya doa harus
ditambah lebih banyak lagi, "Ya Tuhan, sudah banyak bidadari di dalam
pesawat ini, tolong jangan biarkan si pilot mikir bidadari yang ada di luar
pesawat nanti.."
Secangkir kopi rasanya kali ini
pahit sekali..