![]() |
Jokowi |
Bagaimana mengalahkan Jokowi?
Ini yang selalu ada dalam pikiran
lawan politiknya. Survey-survey setiap waktu menunjukkan popularitas dan
elektabilitas Jokowi terus meninggi. Sedangkan Prabowo, lawan terkuatnya, tetap
jauh berada di bawahnya.
Dalam waktu 2 bulan lagi,
Agustus, sudah harus ada penetapan Calon Presiden. Sedangkan lawan politik
Jokowi belum ada satu calonpun yang diajukan. Mereka sibuk #gantiPresiden tapi
tagar itupun semakin melemah karena sudah mencapai titik jenuhnya.
Mulai isu anti Islam dan musuh
ulama, isu PKI sampai tenaga kerja China ternyata tidak efektif menurunkan
hasil survey. Orang sudah tidak percaya dengan isu-isu itu karena tidak
terbukti. Head to head dengan Jokowi dalam keadaan seperti ini berbahaya, sudah
pasti kalah.
Lalu apa yang harus dilakukan ?
Perang Siffin adalah sebuah
sejarah dalam Islam yang bisa dipelajari bagaimana cara mengalahkan musuh yang
terkuat.
Perang Siffin adalah perang
antara Muawwiyah dan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Muawwiyah yang ingin mengambil
alih kekhalifahan dari tangan Imam Ali terus menerus menyerbu dengan armada
pasukannya.
Tetapi ia sulit menembus benteng
pertahanan lawannya. Bahkan pasukan Imam Ali berhasil memojokkan Muawwiyah dan
tinggal satu pukulan lagi, maka selesai semua.
Muawwiyah yang cerdik dan licik,
memutar otak bagaimana cara lolos dari kekalahan ? Ia mulai sadar bahwa
menyerang dari depan dan berhadapan jelas kalahnya. Yang harus dia lakukan
adalah memecah dari dalam.
Muawwiyah mempelajari, bahwa di
dalam pasukan Ali bin Thalib ada kelompok "agama baperan". Mereka
yang fasih dalam beragama tapi kurang berakal. Maka Muawwiyah menggunakan isu
agama untuk memecah belah. Ia lalu menancapkan Alquran diatas tombak, dan
berkata, "Kami menyerah..".
Karena ada Alquran itulah,
sekelompok pasukan - yang kelak dinamakan khawarij atau pembangkang ini -
kemudian mendesak Imam Ali untuk menerima penyerahan diri Muawwiyah. Imam Ali
berkata, "Itu siasat belaka. Kita sudah hampir menang. Mereka ingin
memecah belah kita.." Tapi pasukan Khawarij tidak perduli. Buat mereka
"orang yang menjunjung Alquran adalah segalanya".
Disinilah titik pecahnya pasukan
Imam Ali dan kemenangan Muawwiyah. Kelompok khawarij ini juga yang akhirnya
dipakai Muawwiyah untuk memerangi Imam Ali dan terkenal dengan nama perang
Nahrawan.
Sejarah selalu mengalami
pengulangan dan bagi beberapa orang banyak dijadikan rujukan. Jika tak mampu
memukul dari luar, maka pecahkan dari dalam. Biar kerusakannya menyebar dan
barisan bubar.
Memahami politik itu harus
melihat dari perspektif luas. Bahwa tidak semua orang-orang disekitar Jokowi
itu satu tujuan. Banyak diantara mereka yang punya agenda-agenda tersendiri,
yang baru ketahuan disaat mereka kemudian ada diluar barisan.
Kemaren banyak yang memuji-muji
sang Menteri, dan ketika ia dipecat banyak yang menyesalkan. Tapi semakin lama
semakin ketahuan bahwa musuh paling berbahaya bukan musuh yang kelihatan,
tetapi justru mereka yang terlihat sebagai teman.
"Dekati temanmu, tapi lebih
dekatlah pada musuhmu.." Strategi Tsun Zu ini tidak hanya dipakai Jokowi,
tapi juga pihak lawan.
"Jokowi harus digerus
elektabilitasnya. Bikin dia tampak lemah dan tidak tegas, terutama di masalah
hukum. Karena menyerang dia di masalah pencapaian ekonomi akan sia-sia.
Pecah barisannya, serang juga
lawannya, dan poros ketiga akan menguat. Kita munculkan alternatif baru yang
diterima oleh banyak orang..." Begitu kata seorang teman.
Dan secangkir kopi ternyata tidak
cukup menemani cerita-cerita ini yang semakin lama semakin seru dan
mengasyikkan..