![]() |
Media Sosial |
Sejak saya bermain di Facebook
tahun 2009 lalu, media sosial ini mengalami banyak perubahan fungsi.
Dulu sekali saya mengenal
Facebook sebagai tempat bertemu teman-teman masa kecil, dimana orang tua saya
tidak bisa melakukan itu. Kita semua harus berterima kasih pada mesin temuan
Mark Zuckerberg ini, karena membuka kembali memori lama saat melihat wajah-wajah
yang sangat kita kenal dulu waktu TK sampai Kuliah. Bahkan tetangga dan teman
lama waktu rumah belum pindah.
Itu masa-masa yang menggembirakan
dan kemudian dilanjutkan dengan reuni dimana-mana. Bayangkan, bertemu
orang-orang yang biasanya hanya ada dalam benak kita, "Bagaimana wajah dia
sekarang ya?" Atau "Dia sekarang dimana ya?"
Dan -jujur saja- banyak juga
yang mengalami Cinta Lama Bersemi Kembali ketika ternyata mantan yang dulu
sangat menarik, ketika bertemu menjadi lebih menarik. Usia bagi sebagian orang
ternyata bukan musuh, tetapi malah menjadi sahabat yang mengeluarkan cahaya
ketika seorang teman berkata, "Gile lu makin keren aja meski dah umur
sekian.."
Dari Facebook kemudian berlanjut
membuat grup bersama yang waktu itu didominasi oleh Blackberry. Fasilitas
Blackberry Messenger atau lebih kita kenal dengan nama BBM menjadi lebih
menarik dengan fasilitas "Ping !" sebuah panggilan yang kita
tunggu-tunggu terutama ketika kita naksir dengan teman yang kita taksir dahulu.
Jadi ceritanya, sejak dulu emang
kerjaannya tukang taksir. Jangan-jangan udah tua juga kerjaannya di Bank jadi
tukang taksir rumah yang diagunkan oleh nasabah atau kerja di pegadaian naksir
emas. Untung saya enggak..
Masa-masa indah berlalu seiring
waktu dan ini berlaku bukan buat kita saja, tapi juga seluruh dunia. Internet
dan media sosial membawa dampak begitu luas bagi kita karena terhubung tanpa
jarak dan batas.
Semakin lama, media sosial
merubah perilaku kita karena begitu beragamnya informasi-informasi yang ada di
dalamnya.
Perilaku saya pun berubah..
Ada yang menarik bagi saya di
media sosial seperti Facebook, dimana saya bisa menuntaskan hobby menulis tanpa
harus repot membuat blog dan kesepian tanpa teman. Facebook membuat interaksi
semakin menarik karena para pembaca sudah tersedia dan mereka "hidup"
karena kita membaca komentar mereka.
Akhirnya sesudah masa reuni
selesai yang tampak membosankan karena orangnya itu-itu saja dan pembicaraan
tidak beranjak ke hal yang lebih kekinian karena selalu bicara tentang masa
lalu yang tidak mungkin diulang, saya pun mulai mengamati hal-hal yang dulu
menarik perhatian saya.
Yaitu agama..
Entah kenapa agama selalu menarik
perhatian saya terutama ketika berada dalam persimpangan menuju pencarian jati
diri, "Siapa saya sebenarnya ini.."
Ndilalah, yang saya tuju bukannya
situs agama tetapi melihat perdebatan seru di diskusi dua agama besar yaitu
"Islam dan Kristen".
Debat ini menarik buat saya
karena mengungkapkan rahasia apa yang selama ini ada di pikiran orang-orang dalam
memahami agamanya sendiri dan memandang agama lain. Dan itu jelas bukan diskusi
tetapi menjadi ajang caci mencaci diantara orang-orang yang merasa dirinya
paling berhak atas surga dibanding manusia lainnya.
Ayat dan hadis keluar dibarengi
dengan hujatan kepada lawan diskusi dari kedua belah sisi. Pada masa ini juga
masa keluarnya meme. Kata "meme" ini pertama kali disebutkan oleh
penulis Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene. Meme awalnya adalah
gagasan yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam bentuk budaya. Dan
dalam perkembangannya, meme menjadi bentuk visual yang bisa berisi humor sampai
sindiran.
Debat yang tidak pernah habis itu
membuat mata saya terbuka, bahwa sebenarnya banyak pikiran liar yang
tersembunyi dalam benak banyak orang dan menjadi telanjang ketika itu keluar ke
publik dalam bentuk tulisan. Debat di Facebook itu memperlihatkan betapa masih
purbanya kita ketika pikiran tidak bisa lagi dibungkus oleh aksesoris pakaian.
Saya jadi ingat ketika sedang
melakukan eksperimen di sebuah rumah di Jakarta bersama teman-teman aktivis
pasca peristiwa 1998.
Waktu itu sedang demam Yahoo
Messenger dengan "room"nya, dimana di masing-masing ruang yang
disediakan orang bisa bebas berinteraksi tanpa harus mengenal wajah dan nama
asli. Dulu untuk berkenalan kita wajib bertanya, "ASL, please.." yang
berarti Age, Sex dan Location untuk mengenal lawan bicara kita bukan sebagai
pribadi apa adanya.
Ada sekitar 7-9 komputer waktu
itu yang mengelilingi satu meja tergabung dalam jaringan Local Area Network,
dimana kita bisa menggunakan internet secara bersamaan.
Kami waktu itu meyakini bahwa
kata rasis seperti "Cina" menjadi momok bagi banyak orang yang
kemudian mencapai puncaknya di Mei 1998 dimana banyak warga keturunan yang
menjadi korban. Dan kami tidak ingin orde baru memakai isu SARA sebagai senjata
dengan mengharamkan pengucapan itu tetapi menggunakannya sebagai belati untuk
menikam di kesunyian.
Kami lalu mencoba mendobrak
tradisi itu dengan membuat dua kelompok, kelompok satu anti Cina dan kelompok
kedua adalah pro Cina. Kami lalu masuk ke room-room Yahoo Messenger dimana
banyak orang "mojok" - istilah kami untuk orang-orang yang sedang
pedekate dan mulai membuat kerusuhan.
"Woii, mana Cina disini
?" Begitu biasanya kami mengawali. Dan mulailah perdebatan seru yang
mempengaruhi semua room disana. Beberapa bulan kami membangun situasi itu dan
tampak banyak orang yang tidak kami kenal malah saling "perang"
argumen sendiri. Bahasa binatang adalah bahasa yang lajim disini..
Sesudah beberapa bulan kami
merusuhi Yahoo Messenger, kami kemudian sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Beberapa bulan ke depan kami bertemu di chat room yang sama dan melakukan hal
yang sama seperti yang kami lakukan dulu..
Apa yang terjadi sungguh
menakjubkan. Teori kami berhasil. Ketika salah seorang dari kami memprovokasi
dengan mengeluarkan kata Cina, dan disambung dengan perdebatan dari teman kami
juga, room ternyata tidak berpengaruh. Seolah-olah mereka bosan dengan situasi
perdebatan dan kata "Cina" menjadi biasa saja, seperti kata Batak,
Sunda, Jawa dan suku maupun ras lainnya..
Salah satu teori kami adalah
melawan api dengan api, fight fire with fire. Jika melawan api tidak cukup
dengan menyiramkan air, ledakkan saja sekalian biar sampai pada titik jenuh dan
akhirnya menjadi biasa saja. Api tidak padam, tetapi jadi lebih mudah
dikendalikan..
Nah, perilaku yang sama terjadi
di debat Islam versus Kristen. Saya hanya menjadi pengamat saja disini karena
tidak cukup ilmunya. Mengasyikkan sekaligus belajar memahami banyak hal..
Bosan dengan debat Islam Kristen,
saya masuk ke debat Sunni dan Syiah, dua mazhab besar dalam Islam.
Disini lebih gila lagi ternyata..
Banyak hal yang tidak pernah saya
tahu, terutama ternyata Islam itu ada banyak aliran dan salah satunya adalah
Syiah. Saya belajar banyak tentang agama saya sendiri disana dan berlangsung
selama lebih dari setahun. Bahkan sering saya ikut debat hanya sekedar untuk
memancing ilmu lebih dalam lagi tentanf agama..
Saya memposisikan diri sebagai
"Pembela Syiah" hanya untuk tahu kenapa mazhab ini selalu
dicaci-maki. Dari perdebatan itu saya baru tahu bahwa ada banyak aliran di
mazhab Sunni - Indonesia mayoritas Sunni - dan salah satunya adalah wahabi,
paham yang sangat radikal dalam Islam.
Si wahabier ini lucu-lucu, dalam
artian jawaban mereka sangat tidak masuk akal dan cenderung keras, penuh
amarah. Mereka menganggap semua orang masuk neraka, kecuali kelompok mereka
saja. Saya juga baru tahu bahwa ternyata mereka mengharamkan akal, karena semua
harus kembali ke Alquran dan Sunnah. Argumen yang bikin saya ketawa ngakak,
"Bagaimana bisa memahami Alquran dan Sunnah tanpa akal ?"
Begitulah yang terjadi selama beberapa
waktu lamanya sehingga akhirnya saya biaa mengambil banyak kesimpulan dari
semua perdebatan ini. Menariknya, selama perdebatan itu saya tanpa sadar
mengasah gaya tulisan dan cara berfikir saya sendiri..
Sesudah selesai masa perdebatan
dan pencarian, pada tahun 2011, meledaklah perang Suriah..
Inilah perang yang semakin
membuka mata saya tentang betapa pentingnya media sosial sebagai "alat
perang" dan propaganda.