![]() |
Ahok |
"Kita harus balas dendam
kepada kaum kulit putih!".
Begitu teriak seorang anggota
kongres berkulit hitam di Afrika Selatan. Mereka baru saja memenangkan
pemilihan dengan Nelson Mandela sebagai Presiden mereka.
Alih-alih dapat pembelaan, Nelson
Mandela malah marah.
"Saudaraku sekalian, selama
27 tahun waktuku dipenjara, aku mempelajari mereka. Bahasa mereka. Buku mereka.
Puisi mereka. Aku harus mengenal musuhku, sebelum mengalahkan mereka. Dan kita sudah
mengalahkan mereka, bukan?
Musuh kita sudah bukan lagi
saudara kita sesama bangsa Afrika. Jika kita memusuhi mereka, kita akan
kehilangan mereka. Kita harus lebih baik dari itu. Ini bukan waktu untuk
membalas dendam. Ini waktu membangun bangsa, bata demi bata. Kalian memilih
saya sebagai pemimpin, ijinkan saya memimpin kalian sekarang".
Kata-kata Nelson Mandela ini
sangat berpengaruh kepada kaum kulit hitam disana. Bahkan, Francois Pienarr,
kapten tim rugby yang berkulit putih, heran dan menyampaikan kekagumannya pada
Nelson Mandela, "Bagaimana bisa anda menghabiskan waktu 30 tahun dalam
penjara kecil dan keluar lalu memaafkan mereka yang menaruh anda disana?".
Nelson Mandela menjawab,
"Memaafkan itu membuat jiwa merdeka. Itu menghapuskan ketakutan. Itulah
kenapa memaafkan adalah senjata terkuat sepanjang masa.."
Dialog ini ada dalam film
"Invictus", film yang menonjolkan kekuatan Nelson Mandela dalam
berjuang untuk merekonsiliasi perpecahan di negaranya. Sekian puluh tahun
apartheid, membuat luka menganga di dada kaum kulit hitam di Afrika Selatan.
Dan Nelson menjahitnya kembali pelan-pelan.
Ketika berpidato dengan suara
keras dan serak saat Ahok diputuskan masuk penjara, saya berkata, "Ahok
seperti Nelson Mandela. Penjara tidak akan mengecilkan dia, bahkan akan
membuatnya jauh lebih besar dari apa yang dia punya".
Saya pernah bertemu Ahok, di Mako
Brimob dua kali. Saya mendengarnya bicara. Dan tampak penjara memerdekakan jiwa
dia.
Saya yakin, ketika Ahok keluar
nanti, ia sudah pasti akan memaafkan orang-orang yang menaruhnya disana. Karena
ia seperti Nelson Mandela, baik dalam sikap maupun integritas terhadap bangsa.
Karena itu jangan jual nama Ahok,
seolah-olah anda tahu siapa dia, dengan asumsi bahwa anda mewakilinya terhadap
"sakit" yang dia derita.
Ahok jauh lebih besar dari
jiwa-jiwa kerdil anda, yang selalu sibuk mengatas-namakannya, dan terus
membenci orang-orang yang memenjarakannya. Apalagi dengan bahasa
"Golput" demi Ahok yang sudah teraniaya.
Nelson Mandela berkata kepada
orang-orang yang mengatasnamakannya, "Engkau berkata tanpa memahami.
Engkau hanya mencari yang sesuai pembenaran prasangkamu. Itu ego. Dan itu bukan
tentang bagaimana melayani negaramu".
Ahok dan Nelson Mandela adalah
pribadi yang sama, jiwa yang merdeka, pribadi besar. Jangan mengecilkannya
dengan bicara seolah-olah ia ingin balas dendam. Itu sangat menghinanya. Itu
pasti bukan Ahok. Itu anda. Akui sajalah.
Cara menghormati Ahok adalah
dengan meneruskan perjuangannya. Ia martir dalam ketidakadilan. Dan biarkan
semua berproses dengan caraNya. Yang manusia harus lakukan adalah berusaha,
bagaimana menang tanpa membawa dendam.
Seharusnya selain belajar pada
secangkir kopi, kita juga harus belajar pada sesendok gula. Yang rela
memberikan kenikmatan diantara kepahitan, meski tidak pernah disebut sebagai
pahlawan.
Seruput kopinya?