![]() |
Ilustrasi |
Ramai perdebatan tentang perlu
tidaknya KH Ma'ruf Amin berkunjung ke Rizieq Shihab di Saudi..
KH Ma'ruf Amin memang sedang
menunaikan ibadah haji. Dan rumours pun berkembang, bahwa ia akan mampir ke
pertapaan Rizieq Shihab di sana.
Banyak yang mencibir, baik cebong
maupun kampret. Kalau cebongers merasa bahwa kunjungan itu akan melemahkan
posisi Jokowi karena kompromi dengan kaum radikal yang menganggap Rizieq Shihab
sebagai junjungan. Sedangkan kampretos mencibir karena buat mereka para cebong
menjilat ludah sendiri dengan "sowan" ke junjungan mereka..
Tapi itulah politik.
Langkah-langkahnya tidak bisa dipandang seperti langkah benteng, yang jalannya
hanya bisa lurus saja. Memandang politik itu harus seperti langkah kuda, yang
bisa bergerak bebas tanpa kendala.
Bagi saya, jikapun terjadi
kunjungan Kiai Ma'ruf Amin ke Rizieq Shihab, langkah itu lebih merugikan bagi
koalisi oposisi daripada Jokowi. Ini memang sekadar kunjungan, bukan kompromi.
Rizieq Shihab adalah simbol bagi
pendukungnya. Ia bahkan disebut sebagai Singa Allah. Nah, karena ia singa, yang
datang harus pawangnya..
Datangnya Kiai Ma'ruf Amin
menguntungkan dalam berbagai sisi. Pertama, ia akan dianggap banyak orang
netral sebagai penyejuk suasana dan perekat persatuan antara dua belah pihak
yang terbelah.
Kedua, pada posisi sebagai sesama
"ulama", di hadapan KH Ma'ruf Amin, Rizieq Shihab akan berada pada
posisi terendah, karena ia ulama junior. Jadi harus tunduk dong pada senior.
Dan sudah pasti ia cium tangan. Di sini sudah tampak kemenangan diplomasi
koalisi Jokowi.
Ketiga, belum juga berkunjung,
rumours sudah berkembang dan nama KH Ma'ruf Amin disebut-sebut dalam
perbincangan media sosial. Ini adalah bagian dari brand building tanpa
melanggar aturan kampanye. Curi start, istilah kerennya. Dan ini adalah
kecerdikan dalam pertarungan, merebut persepsi sebelum digunakan pihak lawan.
Dan tentu ini akan melemahkan
mental kampretos yang sudah jatuh ketika Prabowo tidak memilih ulama sebagai
pendampingnya. Satu kesalahan dari kubu Prabowo, tidak mempertandingkan
"ulama" versus ulama, jadinya narasi Islam dan ulama sekarang
dipegang Jokowi.
Jika melihat strategi ini secara
luas, terlihat bahwa kubu Jokowi lebih siap perang daripada kubu Prabowo yang
mulai gagap karena kecolongan. Jokowi berada pada posisi lebih memungkinkan
untuk menyerang setelah selama ini hanya bertahan dari serangan mereka.
"Kita yang mainkan
genderang, jangan selalu menari di atas genderang yang mereka mainkan...."
Katanya dulu dalam sebuah pidato.
Lebih daripada sekadar fanatisme
cebong dan kampret, permainan ini memang menarik untuk dilihat karena Jokowi
mengubah pola serangannya. Kalau dulu dia bermain dalam posisi bertahan,
sekarang dia memainkan serangan-serangan yang radikal..
"Keep your friend close and
your enemy closer.." adalah salah satu strategi perang Tsun Zu.
Yang penting jinakkan, bukan
malah memeliharanya sebagai peliharaan. Karena monster tetaplah monster disaat
ia sedang jinak. Dan disatu kesempatan, ia bisa memakan jika majikannya lengah
dan dalam kondisi lemah.
Seruput dulu kopinya..