![]() |
Ma'ruf Amin dan Jokowi |
Tiba-tiba suara tenang...
Padahal sudah mendekati Pilpres
2019, dimana seharusnya saat ini sudah ribut perang opini dan suara-suara
kelompok oposisi yang membangun narasi "agama".
Amien Rais entah dimana, mendadak
hilang seperti ditelan bumi. Dari Saudi, Rizieq Shihab mendadak bisu dan tanpa
omongan berarti. Eggy Sudjana kelu lidahnya. Si Gatot al Khotot, mungkin sedang
sibuk mencuci gamisnya. Si TengkuZul pun sekarang ngetwit lumayan sopan..
Kelompok 212 yang biasanya sangat
berisik dan takbir sambil diliput media, mendadak senyap, seperti kumpulan
gagak di waktu malam.
Ruang media kita yang biasanya
penuh dengan polusi narasi-narasi perang badar, perang uhud bahkan perang
dajjal, tiba-tiba bersih dan nyaman untuk bernafas. Paling cuma Neno Warisman
yang sibuk dengan "Ganti Presidennya" meski sekarang wujud Presiden
sudah jelas. Tapi itupun tidak banyak pengaruhnya...
Ini semua karena KH Maaruf Amin,
kartu as yang dimainkan..
Semua menjadi sungkan. Mungkin
takut, karena salah membully sedikit kyai sepuh yang dihormati NU, Banser bisa
turun tangan. Dan simbol itu ada disamping Jokowi sekarang. Narasi "agama
dan ulama" yang sudah lama mereka siapkan, mulai disimpan dilaci-laci
berdebu yang nanti lima tahun kedepan akan dibuka kembali..
Akhirnya kita bisa perang opini
tentang ekonomi, tentang program, tentang hal-hal yang wajar dan biasa, bukan
tentang agama. Mereka mati langkah, bingung dan gamang untuk bicara ekonomi
karena itu narasi yang belum mereka siapkan dgn matang..
Tidak mudah mengambil keputusan yang
tepat. Karena yang tepat itu belum tentu menyenangkan.
Dan harus diakui, dibalik semua
kegalauan dan kebaperan yang terjadi, ternyata ada hal penting yang terlewat,
yaitu menyelamatkan pesta demokrasi supaya kembali pada relnya.
Tidak dikotori oleh propaganda2
yang merobek kesucian agama. Tidak akan ada lagi penghinaan terhadap ayat yang
dipakai untuk ambisi berkuasa, ataupun untuk menjatuhkan sesama..
Inilah kemenangan langkah yang
elegan. Mengancam lawan dengan senjata pamungkasnya. Lawan bungkam. Bahkan
bernafaspun sesak dan ludah tercekat dikerongkongan..
Belum selesai. Akan ada satu lagi
langkah mematikan yang membuat banyak orang bertekuk lutut dan mengibarkan
bendera putih tanda menyerah..
Yaitu ketika Imam Besar mereka dijenguk
oleh orang yang lebih dihormati dan terpaksa mencium tangan lawan politiknya,
bukan memeluk tubuh seperti yang biasa ia lakukan..
Lihat saja..
Sementara itu kita seruput
kopinya.